Antre Bonek
Disway.--
Saya bukan orang Amerika. Belum terbiasa membaca ramalan cuaca sebelum meninggalkan rumah.
Erick tiba tepat jam 05.00. Langsung gabung ke saya. Yang antre di belakang saya seperti kurang rela. Tapi sangat sopan. Orang Amerika umumnya sangat sopan. Melebihi orang Jawa zaman ini.
"Ia bersama Anda?" tanya wanita lebih setengah baya di belakang saya.
"Iya," kata saya, "ia tadi cari tempat parkir".
Lalu kami ngobrol lagi. Juga dengan wanita di depan saya. Mereka antre sambil ngobrol. Ada yang datang dengan suami. Atau teman. Hanya sedikit yang tidak mau ngobrol. Orang Amerika juga suka ngobrol.
Semua tahu: jam 08.00 baru bisa masuk pengadilan --kalau masih ada tempat.
Berarti akan tiga jam lebih di antrean.
Saya sudah pup sebelum mandi tadi. Tapi saya tahu akan punya persoalan berat: buang air kecil.
Apalagi di kedinginan seperti ini. Pasti. Apalagi saya minum air putih banyak setiap pagi: setengah liter ketika bangun. Terbiasa. Lalu menelan obat pertama. Minum lagi. Setelah milih komentar, menelan obat kedua. Minum lagi. Total 1 liter. Dua jam setelah itu pasti harus ada exitnya. Pada jam itu antrean tidak bisa ditinggalkan.
Tapi saya kan membawa minuman satu botol. Untuk diminum dua jam kemudian. Setelah kosong botol itu bisa jadi toilet kecil. Dalam hal ini wartawan seperti tentara: apa saja bisa. Saya tinggal sedikit menyingkir ke balik pohon.
Botol diselipkan di balik jas. Botol segera penuh kembali. Hanya berubah warnanya. Teknologi tisu basah harus diapresiasi.
Di Amerika tong sampah di mana-mana. Tong terdekat itulah terminal akhir botol cairan kuning muda itu.
Saya sudah sering jadi terminal akhir botol seperti itu. Dulu sekali. Di stadion. Dilemparkan dari tribun. Terutama kalau Persebaya kalah.
Kini Persebaya tetap kalahan. Justru saya yang ganti melemparkan botol seperti itu.
Imajinasi saya: ada Bonek mbeling di dalam tong itu. Bukan Trump.(Dahlan Iskan)