Desa yang Tertindas
Istimewa --
RAKYATEMPATLAWANG - Suatu hari, Plato membawa murid-muridnya ke sebuah desa kecil di luar Athena yg dikenal dengan nama Epirus. Desa ini berada di bawah kekuasaan seorang tiran yg memerintah dengan tangan besi, menciptakan ketakutan dan penderitaan di antara penduduknya. Plato ingin mengajarkan murid-muridnya ttg dampak kekuasaan yg zalim dan pentingnya kepemimpinan yg bijaksana dan adil.
Di desa itu, mereka bertemu dengan seorang pria tua bijaksana bernama Nikias, yg telah hidup di bawah pemerintahan beberapa pemimpin. Plato dan murid-muridnya mendekati Nikias, yg sedang duduk di bawah pohon zaitun, memandang ke arah desa dengan tatapan penuh kebijaksanaan.
Plato memperkenalkan dirinya dan murid-muridnya, lalu bertanya, "Nikias, kami mendengar tentang penderitaan yang dialami desa ini di bawah kekuasaan tiran. Bagaimana keadaan desa sekarang dan apa yang telah kamu pelajari dari pengalaman ini?"
BACA JUGA:BMKG Prediksi Puncak Kemarau Juli-Agustus, Sumsel Siaga Karhutla
Nikias menghela napas dalam-dalam dan berkata, "Kekuasaan yang dipegang dengan tangan besi membawa ketakutan dan penderitaan. Desa kami hidup dalam ketakutan, dan banyak yang kehilangan harapan. Tapi dari pengalaman ini, kami belajar tentang pentingnya keadilan dan kebijaksanaan dalam kepemimpinan."
Seorang murid bertanya, "Guru, apa yang bisa kita pelajari dari pengalaman desa ini?"
Plato menjawab dengan bijak, "Kekuasaan yang digunakan untuk menindas dan menciptakan ketakutan hanya akan membawa kehancuran dan kebencian. Seorang pemimpin sejati adalah dia yang memimpin dengan hati yang bijaksana dan adil, yang mengutamakan kesejahteraan rakyatnya di atas segalanya. Dari pengalaman desa ini, kita belajar tentang bahaya kekuasaan yang disalahgunakan dan pentingnya kepemimpinan yang penuh kasih dan keadilan."
BACA JUGA:Menikmati Wisata Religi di Palembang, Kota Tua dengan Ragam Keindahan Budaya dan Sejarah
Seorang murid perempuanpun ikut bertanya kepada Nikias, "Bagaimana kalian bisa bertahan dan tetap berjuang meskipun hidup di bawah kekuasaan yang zalim?"
Nikias tersenyum lembut dan menjawab, "Kami menemukan kekuatan dalam persatuan dan harapan. Meskipun kami hidup dalam ketakutan, kami saling mendukung dan menguatkan satu sama lain. Kami tahu bahwa harapan tidak boleh padam, dan suatu hari nanti, keadilan akan menang."
BACA JUGA:Menikmati Libur Panjang Idul Adha, Berikut 10 Destinasi Wisata Terbaik di Sumatera Selatan
Platopun menambahkan, "Kekuasaan yang zalim mungkin tampak kuat, tetapi kekuatan sejati berasal dari kebaikan dan keadilan. Ketika kita memimpin dengan hati yang tulus dan bijaksana, kita menciptakan kedamaian dan kebahagiaan bagi semua orang. Ingatlah bahwa 'kekuasaan yang sejati bukanlah tentang menguasai orang lain, tetapi tentang melayani mereka dengan keadilan dan kasih sayang.'"
Seorang murid lain yang sebelumnya merasa bingung tentang pentingnya keadilan mulai memahami dan tersenyum. "Jadi, kekuasaan yang sejati adalah tentang melayani dan membawa keadilan, bukan tentang menindas dan menciptakan ketakutan?"
Platopun mengangguk: "Tepat sekali. Kekuasaan yang sejati adalah kemampuan untuk memimpin dengan integritas, keadilan, dan cinta. Ketika kita memimpin dengan cara ini, kita membangun masyarakat yang kuat dan harmonis. Ingatlah bahwa 'kekuasaan yang benar bukanlah yang menakut-nakuti, tetapi yang menginspirasi dan memberdayakan.'"