Tinjauan yang dilakukan oleh FSSAI pada tahun 2022 menemukan peningkatan yang nyata dalam deteksi kasus pemalsuan bahan makanan selama bertahun-tahun, dari hanya 15% pada tahun 2012 menjadi 28% pada tahun 2019.
Deteksi masih menjadi masalah selama produsen mengabaikan persyaratan pendaftaran produk yang secara hukum wajib mereka penuhi.
Bagi banyak perusahaan, penelusuran bahan baku sulit dan bahkan tidak mungkin dilakukan, terutama komoditas pertanian mentah.
Kurangnya pencatatan yang terstandarisasi (serta penipuan pangan yang disengaja) menghalangi produsen untuk melacak bahan-bahan tersebut kembali ke peternakan, atau bahkan pusat pemrosesan utama.
BACA JUGA:Tips Sukses Seleksi CPNS 2024: Strategi Jitu untuk Meningkatkan Peluang Lulus
Akibatnya, produsen tidak dapat menilai potensi risiko dari bahan yang mereka gunakan, sehingga mengganggu keselamatan seluruh rantai pasokan makanan.
Ketertelusuran sangat sulit dilakukan terutama bagi bisnis makanan skala kecil dan menengah yang memiliki margin keuntungan sangat kecil dan tidak memiliki sumber daya untuk melacak bahan-bahan tanpa mengalami kerugian.
Sensitivitas harga Sebagian besar produsen makanan dan minuman di India fokus pada pengurangan biaya agar produk mereka bisa dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.
Akibatnya, banyak perusahaan tidak dapat memprioritaskan keamanan pangan sebagai pilar bisnis mereka karena hal ini dapat menghalangi mereka mencapai margin keuntungan. (*)