Jadi guru sekolah teater di Shanghai. Itulah anak muda kota. Yang ketika di kereta bawah tanah sesekali menyapukan pandangannya ke saya. Kini sama-sama di alam terbuka depan Disneyland.
"Pernah baca Disway?"
“Tidak pernah".
"Kenapa tidak segera masuk gerbang?"
“Tunggu bapak...".
"Saya tidak bisa masuk. Tidak punya tiket".
"Trus bapak mau ke mana?"
“Mau balik Shanghai. Tapi tidak punya uang".
"Saya antarkan..." katanya serius.
"Hah? Antarkan? Anda kan harus ke Disneyland..." kata saya sambil khawatir ia akan menjawab...''iya...sih''.
"Tidak apa-apa. Saya sudah sering ke sini," kata Hody tetap serius.
BACA JUGA:Tim Macan Kumbang Berhasil Bawa Pencuri Kabel Tower
Dari situlah saya tahu ia punya tiket terusan. Rasa bersalah saya berkurang sedikit. Ia bisa ke sini lagi besok. Atau lusa.
Kami pun akrab. Lalu muter-muter di street walk. Semua kafe, toko, dan resto masih tutup. Kami pun memutar mencari jalan balik. Saya tidak berhasil masuk Disneyland. Tapi di luarnya pun sudah terhibur. Ada danau besar sekali. Ada patung Donald Bebek raksasa di atas danau itu. Tadi seperti gajah di pelupuk mata. Tidak terlihat. Konsentrasi pada antre,
labirin dan loket. Sekarang puncak ekspektasi sudah lewat. Kurva sudah menurun. Hati sudah tenang –setelah bertemu juru selamat. Kami bisa berjalan santai di tepi danau.
Hody-lah yang membelikan tiket kereta. Ia sendiri pakai tiket langganan. Tidak heran. Tiket terusan Disneyland saja ia punya, apalagi tiket kereta bawah tanah. Jangan-jangan ia juga punya tiket terusan pesawat luar angkasa.