REL , Jakarta - Asep Anzar, mantan petugas Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), mengaku telah menerima total uang sebesar Rp99,6 juta dari hasil pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh para lurah atau koordinator pungli di Rutan Cabang KPK antara tahun 2019 hingga 2023.
Pengakuan ini disampaikan Asep saat bersaksi dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Senin.
Asep menjelaskan bahwa uang tersebut diberikan kepadanya untuk menutup mulut ketika ia menemukan tahanan yang membawa telepon genggam ke dalam rutan.
“Saya menemukan telepon genggam saat sidak di Gedung Merah Putih (K4), tetapi saat melaporkan temuannya, saya diminta untuk tidak mengungkapkan hal itu dan dijanjikan uang tutup mulut,” ujarnya.
BACA JUGA:Fauzan Dengarkan Aspirasi Emak-Emak, Janjikan Syukuran jika Gardu Induk Beroperasi
BACA JUGA:Fauzan Dengarkan Aspirasi Emak-Emak, Janjikan Syukuran jika Gardu Induk Beroperasi
Uang yang diterimanya dimulai dari Rp500 ribu pada pertengahan 2019, kemudian meningkat menjadi Rp1 juta per bulan, dan bertahap hingga mencapai Rp3 juta per bulan pada 2020.
Asep menegaskan bahwa semua uang tersebut telah dikembalikan ke penyidik KPK.
Kasus ini melibatkan 15 terdakwa yang diduga melakukan pungli atau pemerasan kepada tahanan di Rutan Cabang KPK, dengan total kerugian mencapai Rp6,38 miliar.
Beberapa terdakwa termasuk Kepala Rutan KPK periode 2022–2024, Achmad Fauzi, serta Kepala Keamanan dan Ketertiban KPK periode 2018–2022, Hengki.
BACA JUGA:Partai Koalisi Sepakat Sherly Tjoanda Gantikan Benny Laos di Pilgub Maluku Utara Usai Kepergiannya
BACA JUGA:Mengejutkan! Mantan Bupati, Ketua DPRD, dan Sekda Seluma Jadi Tersangka Kasus Tukar Guling Lahan
Pungli tersebut dilakukan di tiga lokasi Rutan Cabang KPK, yaitu Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Rutan KPK di Gedung C1, dan Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4), dengan total pengumpulan pungli mencapai Rp80 juta per bulan dari masing-masing rutan.
Para terdakwa dituduh memperkaya diri secara ilegal, dengan rincian kerugian mencapai ratusan juta rupiah untuk masing-masing.
Tindak pidana ini diancam hukuman berdasarkan Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.