Akan Dihapus? Mendikdasmen Abdul Mu'ti Angkat Bicara Soal Kurikulum Merdeka dan Sistem Zonasi PPDB di Era Prabowo
REL, BACAKORAN.CO - Pada Senin, 24 Oktober 2024, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu’ti, angkat bicara mengenai masa depan Kurikulum Merdeka dan Sistem Zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Kedua kebijakan ini sebelumnya diusung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), namun kerap menjadi polemik di tengah masyarakat, khususnya di kalangan orang tua siswa yang menganggap sistem ini memiliki banyak kekurangan.
Dikaji Ulang: Tidak Serta Merta Dihapus
Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa rencana penghapusan Kurikulum Merdeka dan Sistem Zonasi PPDB memerlukan kajian mendalam terlebih dahulu. "Harus kita kaji dulu, karena program ini ada plus minusnya, selalu ada pro dan kontra dalam setiap kebijakan,” ujarnya.
Menurutnya, keputusan semacam ini harus diambil dengan sangat hati-hati karena akan berdampak luas pada sistem pendidikan nasional.
Mendikdasmen menegaskan bahwa untuk mencapai keputusan yang tepat, dirinya akan meminta masukan dari berbagai pihak, baik dari kalangan pemerintah maupun masyarakat.
Abdul Mu’ti juga menambahkan bahwa sebagai Mendikdasmen, ia berkomitmen untuk menjadi pemimpin yang selalu mendengar aspirasi rakyat dan memastikan setiap kebijakan yang diambil sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan.
BACA JUGA:Gaji Guru Naik 2025, Abdul Mu'ti Pastikan Anggaran Sudah Disiapkan dalam APBN
Pro dan Kontra di Masyarakat Terhadap Kurikulum Merdeka dan Sistem Zonasi PPDB
Kurikulum Merdeka diperkenalkan sebagai langkah reformasi pendidikan untuk memberi kebebasan pada sekolah dalam menyusun kurikulum sesuai kebutuhan lokal.
Sementara itu, Sistem Zonasi PPDB dimaksudkan untuk pemerataan kualitas pendidikan di semua sekolah negeri, sehingga siswa dapat bersekolah di tempat yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Namun, keduanya menghadapi kritik dari sebagian masyarakat.
Banyak orang tua mengeluhkan bahwa Sistem Zonasi PPDB sering kali membuat siswa sulit masuk ke sekolah favorit. Sementara Kurikulum Merdeka, meskipun memberikan fleksibilitas, dinilai tidak merata penerapannya dan membingungkan bagi sebagian guru dan siswa.
Abdul Mu’ti memahami kekhawatiran masyarakat, namun ia menekankan bahwa setiap kebijakan pasti memiliki sisi positif dan negatif. “Kami perlu waktu untuk mengevaluasi semua dampak kebijakan ini sebelum membuat perubahan besar,” ungkapnya.