REL, Palembang – Kasus HIV/AIDS di Sumatera Selatan terus mencatatkan angka yang mencemaskan.
Sepanjang Januari hingga Oktober 2024, tercatat 846 kasus baru, hampir melampaui total 870 kasus sepanjang 2023.
Palembang menjadi kota dengan angka infeksi tertinggi, memunculkan urgensi peningkatan kesadaran masyarakat terhadap bahaya penyakit ini.
Menurut data Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, mayoritas penularan terjadi melalui hubungan seksual berisiko.
Fakta ini menggambarkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mencegah penularan HIV/AIDS, meski fasilitas layanan kesehatan sudah tersedia di berbagai wilayah.
Pengelola Program HIV/AIDS Dinas Kesehatan Sumsel, Irma Tiara, mengungkapkan bahwa hingga Oktober 2024, Palembang mencatat 109 kasus baru.
“Dengan jumlah ini, angka diperkirakan akan terus bertambah hingga Desember,” ujarnya.
Palembang memiliki 68 fasilitas layanan kesehatan yang menawarkan konseling dan tes HIV/AIDS, terdiri dari 42 puskesmas, 23 rumah sakit, serta 2 lapas dan 1 rutan.
Program Prevention of Mother to Child HIV Transmission (PMTCT) juga tersedia di RS Muhammad Hoesin (RSMH) dan RS Charitas, yang bertujuan mencegah penularan virus dari ibu ke bayi.
Namun, tingginya jumlah kasus di Palembang bukan hanya karena penularan aktif, tetapi juga karena kota ini memiliki layanan kesehatan yang paling lengkap sehingga kasus yang terdeteksi lebih banyak dibandingkan daerah lain.
Selain Palembang, Kota Lubuklinggau dan Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur (OKUT) juga mencatat angka penularan yang tinggi.
Sementara itu, wilayah dengan jumlah kasus terendah meliputi Kabupaten Musi Rawas, Ogan Ilir, dan Musi Rawas Utara (Muratara).
Menurut Irma, laki-laki masih mendominasi kasus penularan HIV/AIDS, dengan mayoritas infeksi terjadi pada usia produktif.
“Ini menjadi tantangan besar bagi kita semua,” tambahnya.
Kasus HIV/AIDS tidak hanya terjadi akibat hubungan seksual bergonta-ganti pasangan, tetapi juga bisa melalui kontak langsung dengan darah yang terinfeksi.