Kelewat Tajir! Nita Ambani Terbang dengan Private Jet ke Sri Lanka Demi Beli Alat Dapur Mewah
REL, BACAKORAN.CO - Mukesh Ambani, salah satu konglomerat terbesar India, terus mencuri perhatian dunia berkat gurita bisnisnya yang menggurita.
Tak hanya Mukesh, istrinya, Nita Ambani, juga sering menjadi sorotan, salah satunya karena gaya hidup mewah yang luar biasa.
Mengutip Forbes Real Time Billionaires per Kamis (5/12/2024), Mukesh Ambani berada di peringkat ke-17 orang terkaya dunia dengan total kekayaan mencapai US$ 103,7 miliar atau sekitar Rp 1.644,88 triliun (kurs Rp 15.862/dolar AS).
Sementara itu, Nita Ambani sendiri diperkirakan memiliki kekayaan bersih antara US$ 2,8-3 miliar atau sekitar Rp 44,41-47,59 triliun, sebagian besar dari sahamnya di Reliance Industries Ltd, perusahaan milik Mukesh.
Namun, yang menarik perhatian publik adalah salah satu kisah luar biasa dari Nita Ambani.
BACA JUGA:Jadwal Libur Akhir Tahun 2024: Nikmati Liburan Sekolah dengan Perencanaan Terbaik!
BACA JUGA:WhatsApp Integrasikan Meta AI dengan Teknologi Llama 3.2: Masa Depan Pesan Instan
Ia diketahui pernah terbang menggunakan jet pribadi ke Sri Lanka hanya untuk membeli peralatan dapur. Ya, Anda tidak salah baca.
Dalam satu perjalanan, Nita membeli peralatan makan porselen merek ternama asal Jepang, Noritake, yang terkenal dengan desain mewahnya yang dilapisi emas atau platinum 22 karat.
Hemat dengan Gaya Sultan
Meski dikenal dengan gaya hidup super mewah, alasan Nita memilih berbelanja di Sri Lanka cukup mengejutkan.
Produk Noritake di Sri Lanka ternyata 70-80% lebih murah dibandingkan di India atau negara lain. Hal ini dikarenakan fasilitas manufaktur terbesar Noritake berada di Sri Lanka, menjadikannya pusat ekspor keramik porselen ke lebih dari 100 negara.
Menurut laporan The Economic Times tahun 2010, satu set peralatan makan Noritake berisi 50 unit dengan hiasan emas atau platinum 22 karat dijual seharga US$ 300-500 (Rp 4,75-7,93 juta) di Sri Lanka. Di India, harga set serupa bisa mencapai US$ 800-2.000 (Rp 12,68-31,72 juta).
BACA JUGA:Wacana Penghapusan Sistem Zonasi PPDB di Surabaya: Solusi atau Langkah Mundur Pendidikan?