REL,BACAKORAN.CO – Dua bidan di Yogyakarta, DM (77) dan JE (44), telah terungkap melakukan praktik perdagangan bayi sejak tahun 2010. Dalam 14 tahun, mereka berhasil menjual 66 bayi dengan harga berkisar antara Rp 55 juta hingga Rp 65 juta, tergantung jenis kelamin bayi. DM dan JE kini telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.
Modus yang digunakan adalah merawat bayi dari orang tua yang tidak menginginkan anak mereka, kemudian mencari pasangan yang ingin mengadopsi. Pembeli bayi berasal dari berbagai daerah, termasuk Yogyakarta, Papua, Bali, dan Surabaya. Penjualan ini dicatat dalam buku transaksi yang ditemukan oleh pihak kepolisian. Beberapa bayi juga tercatat telah dijual pada tahun 2024 ke Bandung dan Yogyakarta.
BACA JUGA:Satresnarkoba Polres Lubuklinggau Ringkus Dua Kurir Sabu
BACA JUGA:Pelaku Pencurian Beras 5 Kg Viral Di Medos Terekam CCTV
Praktik ini terungkap setelah pihak kepolisian membongkar klinik yang dikelola oleh DM, yang sudah lama beroperasi. Meski klinik tersebut sudah dikenal oleh banyak warga sekitar, baru kini terungkap bahwa DM, yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai ketua RW, terlibat dalam kegiatan ilegal ini.
Penyelidikan lebih lanjut tengah dilakukan, termasuk mendalami peran kedua tersangka yang diduga juga terlibat dalam kegiatan perdagangan manusia. Tersangka dijerat dengan Pasal 83 dan Pasal 76F tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp 300 juta.
BACA JUGA:Pelaku Pencurian Beras 5 Kg Viral Di Medos Terekam CCTV
BACA JUGA:Jajakan Narkoba, Pengangguran Asal Desa Kemang Dibekuk Polisi
Kasus ini mendapat perhatian serius dari masyarakat dan legislatif setempat. Anggota DPRD Kota Yogyakarta, Nurcahyo Nugroho, mendesak Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta untuk melakukan pengecekan terhadap izin klinik bersalin lainnya, guna mencegah kejadian serupa di masa depan.
Pihak Dinas Sosial Kota Yogyakarta juga menegaskan bahwa adopsi bayi harus mengikuti prosedur hukum yang sah dan melibatkan banyak pihak untuk memastikan transparansi dan legalitas***