REL, Lubuklinggau - Musim pancaroba yang berlangsung saat ini membuat masyarakat Kota Lubuklinggau, Sumatera Selatan, harus waspada terhadap penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Pasalnya, di bulan Januari 2024 ini, sudah ada 12 warga yang terjangkit penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes aegypti ini.
Angka tersebut menurun dibandingkan dengan kasus DBD pada Januari 2023 lalu, yang mencapai 20 orang. Namun, hal ini tidak membuat pihak Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Lubuklinggau lengah dalam melakukan upaya pencegahan dan penanganan.
Kepala Dinkes Kota Lubuklinggau, Erwin Armeidi, mengatakan bahwa dari 12 kasus DBD tersebut, sebagian besar terjadi di Kelurahan Megang, Kecamatan Lubuklinggau Utara III, dengan jumlah tiga orang. Sedangkan di kecamatan lain, angka tertinggi hanya dua orang.
"Di Lubuklinggau Utara II khususnya Kelurahan Megang ada tiga kasus DBD sedangkan di kecamatan lain angka tertinggi hanya dua kasus," kata Erwin kepada wartawan, Kamis (25/1/2024).
BACA JUGA:10 Kabupaten/Kota Dapat Bantuan BNPB Sebesar Rp 1,85 Miliar
BACA JUGA:Banjir dan Amblesnya Jalan Nasional Ancam Akses Warga
Erwin menambahkan bahwa meskipun kasusnya relatif sedikit dibanding tahun lalu, namun warga Lubuklinggau harus tetap hati-hati dan waspada karena sekarang masih musim hujan. Ia mengimbau masyarakat untuk melakukan pencegahan dengan cara 3 M, yaitu menguras, menutup, dan mengubur tempat-tempat yang berpotensi menjadi sarang nyamuk.
Selain itu, ia juga mengajak masyarakat untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), seperti menjaga kebersihan lingkungan, menggunakan kelambu saat tidur, dan segera memeriksakan diri ke puskesmas atau rumah sakit bila mengalami gejala demam tinggi, nyeri otot, nyeri sendi, mual, muntah, atau ruam kulit.
"Penanganan kita selama ini bila ada pasien DBD, maka rumah yang bersangkutan akan dilakukan fogging karena sifatnya untuk pencegahan sementara. Namun, fogging bukan pencegahan utama, melainkan sementara, karena fogging hanya membunuh nyamuk yang hidup dan tidak pada jentik-jentik. Jadi, pencegahan utama tetap dengan 3 M dan PHBS," ujarnya.
Erwin juga mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penyidikan epidemiologi bila ada kasus DBD, yaitu dengan mempelajari dan menganalisa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyebaran penyakit, seperti lingkungan, perilaku, dan vektor. Untuk itu, ia mengandalkan peran petugas juru pemantau jentik nyamuk (Jumantik) yang ada di masing-masing kelurahan di puskesmas.
"Jumantik yang ada di masing-masing kelurahan di puskesmas, itu yang kita dorong untuk terus bekerja. Mereka bertugas untuk memantau keberadaan jentik nyamuk di lingkungan masyarakat, dan memberikan edukasi serta sosialisasi tentang cara pencegahan DBD," tuturnya.
Erwin berharap dengan kerjasama antara pemerintah, masyarakat, dan media, kasus DBD di Kota Lubuklinggau dapat ditekan dan dikendalikan, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa.
"Saya mengucapkan terima kasih kepada media yang telah membantu kami dalam menyampaikan informasi tentang DBD kepada masyarakat. Semoga dengan kerjasama ini, kita dapat bersama-sama memerangi DBD dan menjaga kesehatan masyarakat Kota Lubuklinggau," pungkasnya. (*)