Dansa 90

Jumat 10 Jan 2025 - 20:45 WIB
Reporter : Admin
Editor : Admin

"Di rumah anak saya. Lantai dua rumah itu full untuk lantai dansa," katanya. "Ayo kapan ke sini lagi ikut dansa. Ajak teman-teman," katanya. 

Saya bertemu Kwik di teras belakang rumah itu. Di dekat kolam renang yang panjang memanjang. Warna catnya biru tua setengah ungu. Kwik minum kopi espresso. Ia masih boleh minum kopi. 

"Dulu sembilan gelas satu hari. Sekarang satu gelas," katanya. 

Soal kopi ini, di zaman Bung Karno, Indonesia pernah punya masalah besar dalam ekspor ke Eropa. Termasuk ekspor kopi. Diboikot. Gara-garanya ada eksporter kita yang nakal: kirim sampah. Hampir persis dengan kenakalan eksporter sarang burung dan porang kita di tahun belakangan. 

Untuk mengatasi krisis itu harus dibentuk kantor dagang Indonesia di Belanda. Idenya dari pengusaha besar sahabat Bung Karno: Tambunan. 

Persoalan muncul: siapa yang akan memimpin kantor dagang itu. Ia harus tahu seluk belum Eropa dan bisa berbahasa Belanda. 

Tambunan pun mengusulkan nama Ferry Sonneville. Bung Karno marah. "Ferry itu pahlawan nasional kita. Masak akan kamu jadikan pedagang," ujar Bung Karno seperti ditirukan Kwik.

BACA JUGA:Keliling Indonesia Ngutil di Minimarket, Apesnya Beraksi Palembang

Kwik memang punya hubungan khusus dengan Ferry. Di samping satu almamater di Balanda, mereka pernah bikin usaha bersama: real estate. Rumah yang ia tempati sekarang adalah di kompleks real estat yang ia bangun bersama Ferry. Masih ada lagi perumahan di Kemang. 

Ferry-lah yang lantas mengusulkan nama Kwik Kian Gie menjadi pemimpin kantor dagang di Belanda. Bung Karno setuju. 

Berangkatlah Kwik ke Belanda. Istrinya senang. Mereka akan sama-sama kembali ke Belanda. Ketika tiba saatnya mau berangkat ada masalah: istri Kwik sudah berpaspor Indonesia. Untuk ke Belanda harus punya visa. 

Sang istri urus visa. Tidak bisa keluar. Hubungan RI dengan Belanda lagi buruk. Soal Irian Jaya. Kwik berangkat sendiri ke Belanda. 

Setelah sembilan bulan membujang di sana barulah visa sang istri keluar. Dia menyusul ke Balanda. Begitu mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam, sang istri tidak ke rumah dulu. Saat itu mereka sudah punya rumah di sana. 

Dari bandara, sang istri langsung ke kantor pemerintah. Dia gebrak meja. "Saya ini Belanda. Mengapa diperlakukan begini," sergahnyi. 

Hari itu juga paspor Belanda-nyi keluar. Paspor Indonesia-nyi dikembalikan ke negara. Sampai akhir hayatnyi di Jakarta dia tetap berpaspor Belanda. 

Lain hari saya ingin ngobrol lagi. "Kapan saja," katanya. Saya ingin belajar bagaimana bisa hidup sampai umur 90 tahun.(Dahlan Iskan) 

Kategori :

Terkait

Selasa 04 Feb 2025 - 20:04 WIB

Churchill Jonan

Senin 03 Feb 2025 - 21:05 WIB

Jantung Jonan

Sabtu 01 Feb 2025 - 20:31 WIB

Imlek Fitri

Jumat 31 Jan 2025 - 19:48 WIB

Dua Guru

Terkini

Jumat 06 Jun 2025 - 22:56 WIB

Rambut Identik

Jumat 06 Jun 2025 - 22:55 WIB

City Siap Rugi Rp1,2 Triliun

Jumat 06 Jun 2025 - 22:52 WIB

Jemaah Shalat Ied Tumpah ke Ampera

Jumat 06 Jun 2025 - 22:45 WIB

Harga Bahan Pokok Stabil

Jumat 06 Jun 2025 - 22:44 WIB

Pemkot dan Pemkab Lahat Jalin MoU