Klimaks Kedua

Kamis 01 Feb 2024 - 21:06 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Mael

"Kami orang Melayu tidak suka durian yang rasanya pahit," ujar Aziz mengenang masa kecilnya. Lama-lama orang Melayu pun suka Musangking. "Setelah suka mulailah orang Melayu tidak mampu membeli musangking," tambahnya dengan nada pahit. 

BACA JUGA:Bahas Persiapan Evaluasi Kinerja

Harga musangking memang naik lebih 10 kali lipat –sekitar 10 tahun lalu. Yakni ketika terjadi el nino. Kemaraunya sangat panjang. Kekurangan air. Produksi sangat kurang. Lalu terbentuklah harga baru. Musangking seperti raja –tidak mau turun. Pun ketika el nino telah lama lewat.  

Padahal sudah banyak syarikat besar yang melakukan investasi musangking besar-besaran. Sudah ada yang menanam 5.000 hektare. Kualitas sama. Rasa sama. Tidak ada konsumen yang tertipu ala beli durian.  

"Pemerintah sudah menentukan standar durian musangking," katanya. Cara penyelidikan tanahnya standar. Cara pengolahan tanahnya baku. Cara tanamnya ditentukan. Pun cara pemupukan, pengaturan air, dan pemeliharaan. Sampai ke masalah panennya. 

Standarisasi seperti itu yang belum ia lihat di Indonesia. "Saya sudah keliling dari Aceh sampai Sulawesi," katanya. 

BACA JUGA:Reses Anggota DPRD, Infrastruktur Menjadi Fokus

"Di Indonesia durian apa dan dari daerah mana yang paling enak?" tanya saya. Kepo.  

Aziz terdiam. Lama. Seperti malas berpikir. Saya tahu: ia kesulitan menemukan jawaban.  

"Mungkin Medan," jawabnya tanpa semangat. 

"Bukan Jambi? Sorolangun?" 

Ia kembali diam. Lama. Tidak ada komentar apa-apa. 

"Sudah ke Kalimantan Barat?" tanya saya setengah protes. 

"Belum," jawabnya. 

"Ada yang bilang Musangking itu asal usulnya dari Kalbar," kata saya. 

"Tidak mungkin," tegasnya. 

Kategori :

Terkait

Sabtu 24 Aug 2024 - 21:02 WIB

Sembahyang Rebutan

Selasa 06 Feb 2024 - 21:04 WIB

Melalui Perjuangan Yang Luar Biasa

Kamis 01 Feb 2024 - 21:06 WIB

Klimaks Kedua