Oleh: Dahlan Iskan
Begitu masif berita soal pemotongan anggaran negara. Tiap hari. Sampai menakutkan: apakah sudah segitu gawatnya. Rasanya negara sudah seperti dalam keadaan krisis anggaran.
Maka suka-cita kemenangan para bupati, wali kota, dan gubernur terpilih seperti kesenangan dalam duka. Para bandar mulai ikut waswas: dari mana bisa dapat pengembalian dana talangan.
Alhamdulillah. Semuanya masih belum final. Siapa dipotong berapa masih mundur maju. Nego di balik layar masih seru.
Kementerian PU sempat diberitakan disunat sampai pangkal. Sampai untuk pemeliharaan pun tidak cukup.
Pun anggaran IKN.
Tentu itu tidak mungkin. Anggaran pemeliharaan tidak bisa dipotong banyak. Pun di IKN. Kalau anggaran IKN diamputasi total bekas hutan tanaman industri itu akan kembali jadi hutan --hutan belukar.
Anggaran BRIN juga diamputasi. Riset yang harus ditingkatkan kembali nelongso. BRIN tidak sendirian. Semuanya.
Jangan panik dulu. Belum final. Yang jelas anggaran untuk daerah akan kena pangkas lebih dari 30 persen. Bisa dibayangkan betapa banyak bupati dan wali kota yang gigit jari.
Begitu banyak daerah yang pendapatan aslinya hanya cukup untuk membayar setengah gaji pegawai mereka. Jangankan untuk membangun, untuk gaji saja tidak cukup.
Harusnya semuanya bersedih.
Tapi orang pemerintah tidak punya kemampuan untuk bersedih. Tidak akan ada ide bagaimana kalau jumlah pegawai dikurangi.
Tanpa pemotongan anggaran pun jumlah pegawai sudah terlalu banyak. Dengan pemotongan anggaran 30 persen pekerjaan mereka berkurang lagi.
Dari banjirnya berita pemotongan anggaran itu belum pernah ada penjelasan mengapa pemerintah tidak punya uang.
Apa sebabnya? Apakah target pendapatan tidak tercapai, khususnya dari pajak? Atau, pemasukan sebenarnya tercapai tapi pengeluaran untuk membayar cicilan dan bunga utang meningkat?
Biaya perjalanan dinas juga disunat sampai pertengahan batangnya. Masih ok. Tidak disunat sampai pangkalnya. Dan itu memang tidak mungkin.