REL,BACAKORAN.CO – Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif 38 ruas jalan tol pada tahun ini mendapat reaksi keras dari pelaku industri logistik.
Kenaikan tersebut dikhawatirkan akan memicu lonjakan biaya transportasi dan membuat pengusaha enggan menggunakan jalur tol.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI), Mahendra Rianto, menyatakan bahwa tarif tol yang semakin tinggi secara langsung akan mengerek biaya logistik secara keseluruhan.
BACA JUGA:Liburan Sehat dan Seru di Alam Terbuka: Ini Dia Pemandian Air Panas yang Wajib Dikunjungi!
Pasalnya, komponen biaya transportasi menyumbang hingga 50% dari total biaya rantai pasok, khususnya pada sektor industri berbasis cairan (liquid-based industry).
“Transportasi menyumbang porsi besar dalam supply chain. Kalau tarif tol naik, otomatis biaya logistik melonjak, dan ini membuat banyak pengusaha berpikir ulang,” ujar Mahendra kepada CNBC Indonesia.
BACA JUGA:Liburan Sehat dan Seru di Alam Terbuka: Ini Dia Pemandian Air Panas yang Wajib Dikunjungi!
Truk Beralih ke Jalan Arteri
Fenomena ini sejatinya sudah mulai terlihat di lapangan. Banyak truk logistik yang kini memilih jalur arteri, seperti Pantura, dibandingkan jalan tol Trans Jawa.
Mahendra mencontohkan bahwa banyak pengemudi truk hanya menggunakan tol hingga Cikampek, kemudian berbelok ke jalur arteri yang lebih murah meski waktu tempuh bertambah sekitar 10 jam.
“Costumer kami bilang beda 10 jam tidak masalah karena tidak memengaruhi inventori mereka,” tambah Mahendra.
BACA JUGA:Mansa Musa, Raja Muslim dari Afrika Barat yang Bikin Kairo Lumpuh karena Bagi-Bagi Emas
Biaya Tinggi, Industri Menjerit
Biaya pengiriman logistik untuk satu truk muatan 16 ton dari Jakarta ke Surabaya saat ini bisa mencapai Rp 10 juta—sudah termasuk gaji sopir, bahan bakar, dan tarif tol.
Jika kenaikan tarif tol diberlakukan, biaya ini akan naik dan akhirnya dibebankan ke sektor industri sebagai pengguna akhir. Namun, pihak industri juga menolak kenaikan biaya tersebut.