Rel, Bacakoran.co – Dunia pendidikan di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau, kembali diguncang polemik. Seorang wali murid bernama Awalludin melayangkan protes keras kepada SMA Negeri 1 Selayar, setelah putranya, MF, dinyatakan tidak naik kelas dari XI ke XII.
Pihak sekolah berdalih keputusan ini telah melalui rapat majelis guru dan mempertimbangkan berbagai faktor, seperti nilai rendah, bolos tanpa keterangan, serta sikap dan kedisiplinan siswa. Namun, Awalludin menilai keputusan tersebut tidak mencerminkan pendidikan yang mendidik, justru mengarah pada penghukuman.
“Efek jera itu bukan solusi. Dunia pendidikan seharusnya mendidik, bukan menghukum. Saya tidak membela anak saya secara membabi buta, tapi saya menuntut keadilan,” tegas Awalludin.
Kepsek Beri Dua Pilihan: Pindah Sekolah atau Tetap Mengulang
Kepala SMAN 1 Selayar, Josua Ginting, menyatakan bahwa keputusan tidak menaikkan kelas bukan hanya berlaku untuk MF saja. Ia menyebut ada beberapa siswa lain yang juga tidak naik kelas pada pembagian rapor 26 Juni lalu.
BACA JUGA:Pegawai Non-ASN Boleh Pakai Seragam Kuning Khaki
BACA JUGA:Dasco Sicilia
“Kami sudah berusaha maksimal, tapi nilai MF jauh dari harapan. Kalau orang tua tidak setuju, silakan pindah sekolah. Kalau tidak, tetap mengulang,” ujarnya.
Orang Tua Kecewa: Tidak Ada Komunikasi yang Intens dari Sekolah
Awalludin merasa kecewa karena selama dua tahun anaknya bersekolah, ia hanya dipanggil sekali oleh pihak sekolah, dan itu pun hanya karena masalah kehadiran. Padahal, ia menginginkan komunikasi yang rutin agar bisa turut membina anaknya.
Ia juga membantah bahwa ketidakhadiran 10-14 hari adalah alasan yang layak untuk tidak menaikkan kelas.
“Setahu saya batas maksimal absen itu 40 hari berturut-turut. Anak saya memang absen 14 hari, tapi bukan tanpa alasan yang jelas,” imbuhnya.
Minta Dispensasi, Siap Tanggung Risiko Jika Anak Kembali Melanggar
Awalludin masih berharap ada kebijakan khusus dari pihak sekolah agar anaknya bisa naik kelas dengan perjanjian tertulis. Ia pun mengaku siap jika nantinya anaknya tidak diluluskan apabila tetap mengulangi kesalahan serupa.
“Anak saya sudah 20 tahun. Kalau harus mengulang lagi, berarti baru lulus di usia 22. Saya cuma minta kesempatan,” ungkapnya penuh harap.