Ratusan Guru Kompak Mundur dari Sekolah Rakyat, Siswa Terlantar dan Pendidikan Terancam!

Senin 04 Aug 2025 - 19:00 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Adi Candra

Rel, Bacakpran.co – Harapan baru dalam dunia pendidikan bagi anak-anak kurang mampu yang dijanjikan melalui program Sekolah Rakyat, kini menghadapi kenyataan pahit.

Sebanyak 143 guru memilih mundur serentak, meninggalkan ruang-ruang kelas yang kosong dan ratusan siswa yang kini terkatung-katung tanpa kepastian belajar.

Melansir BBC News Indonesia, Minggu (3/8/2025), alasan pengunduran diri ini menyayat hati. Penempatan tugas yang tidak manusiawi dan jauh dari domisili menjadi penyebab utama. 

Guru-guru yang berharap bisa mengabdi di daerah asalnya, justru ditempatkan di lokasi terpencil, bahkan lintas pulau, tanpa kejelasan fasilitas dan kesejahteraan.

BACA JUGA:Resmi! Meizu 22 Tampil Berani dengan Bezel Tertipis dan Desain Putih Premium

BACA JUGA:Laptop Rp3 Jutaan Terbaik Agustus 2025: Murah, Kencang, dan Siap Tempur!

"Harapan mereka di awal penempatan sesuai domisili, ternyata di luar ekspektasi," ungkap Radiah, Kepala Sekolah Rakyat Menengah Pertama di Sentra Wirajaya Makassar, yang kehilangan dua guru asal Jawa.

Mengabdi atau Mengorbankan Diri?

Tragisnya, para guru ini sebenarnya telah menandatangani kesediaan untuk ditempatkan di mana saja. Namun, pengamat menyebut, banyak dari mereka menyetujui syarat itu tanpa informasi yang memadai, seperti gaji, status kontrak, atau jaminan kelanjutan program.

"Ini seperti masuk ruang gelap. Kalau nanti ganti pemimpin dan programnya bubar, bagaimana nasib guru-guru ini?" kritik Ubaid Matraji, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).

Kritik terhadap proses rekrutmen ini tak hanya soal tempat tugas, tapi juga minimnya kejelasan hak guru sebagai manusia dan profesional. Padahal, pendidikan yang berkualitas tidak akan pernah tercapai tanpa guru yang sejahtera dan dihargai.

Siswa Jadi Korban: Kursi Kosong, Kelas Lumpuh

Dampak dari mundurnya ratusan guru ini langsung terasa. Di banyak sekolah, siswa kini tidak memiliki guru mata pelajaran penting, seperti IPS, Seni Budaya, bahkan Agama.

“Mengisi kekosongan dengan guru seadanya hanya akan menurunkan kualitas. Ini seperti menjadikan anak-anak sebagai kelinci percobaan,” tegas Ubaid.

Pengamat juga memperingatkan bahwa pengganti guru tahap selanjutnya kemungkinan besar memiliki kualitas di bawah standar seleksi awal, yang justru semakin memperlebar ketimpangan.

Kategori :