Sri Mulyani Diserang Hoaks "Guru Beban Negara", Klarifikasi Tegas Lewat Medsos

Kamis 21 Aug 2025 - 19:30 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Adi Candra

Rel, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjadi sorotan publik usai pernyataan palsu yang menyebut dirinya mengatakan “guru adalah beban negara” viral di media sosial. 

Video tersebut memicu gelombang kritik dari netizen, bahkan membuat Sri Mulyani terlihat tak nyaman saat dikejar wartawan seusai Rapat bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Kompleks Parlemen, Selasa (19/8/2025).

Dalam rekaman yang beredar, Sri Mulyani seolah-olah menyebut gaji guru sebagai beban negara. Namun, faktanya, pernyataan tersebut tidak pernah diucapkan oleh sang Menkeu.

Klarifikasi: Hoaks dan Deepfake

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menegaskan bahwa potongan video itu adalah hoaks. Ia menyebut narasi yang beredar merupakan hasil deepfake atau potongan video tidak utuh dari pidato Sri Mulyani.

BACA JUGA:Pemkab Muba Berduka, Istri Wakil Bupati Meninggal Dunia, Suasana Haru Selimuti Sekayu

BACA JUGA:Samsung Galaxy S21 5G Murah Banget! Cuma Rp 3,9 Juta, Ini Spek Flagship yang Dibawa

“Faktanya, Menteri Keuangan tidak pernah menyatakan guru adalah beban negara,” tegas Deni.

Teknologi deepfake yang berbasis kecerdasan buatan (AI) kini memang sering digunakan untuk memanipulasi video, gambar, atau suara sehingga tampak seolah nyata. Dugaan inilah yang membuat publik salah paham atas ucapan Sri Mulyani.

Apa yang Sebenarnya Disampaikan Sri Mulyani?

Dalam pidatonya di Konvensi Sains Teknologi dan Industri Indonesia 2025 (8/8/2025), Sri Mulyani justru menyoroti rendahnya gaji guru dan dosen di Indonesia.

“Banyak di media sosial yang mengatakan menjadi dosen atau guru tidak dihargai karena gajinya kecil,” ungkapnya.

Namun, ia menekankan bahwa pembiayaan pendidikan tidak bisa sepenuhnya dibebankan kepada keuangan negara, melainkan perlu dibangun ekosistem pendidikan yang kuat dengan partisipasi masyarakat.

Sri Mulyani juga menegaskan bahwa anggaran pendidikan harus berdampak pada mutu SDM, bukan sekadar menjadi rutinitas pembagian anggaran.

“Apakah kita memberikan penghargaan atas pencapaian atau sekadar membagi uang demi pemerataan?” katanya.

Kategori :