"Kami harap Kementerian melihat kondisi lapangan sehingga kebijakan ini yang tadinya berpihak kepada minat dan bakat anak tidak malah terhambat karena minimnya akses dan sumber daya guru di sekolah tersebut,” ungkap Iman.
Senada dengan Iman, Pengamat Pendidikan Edi Subkhan juga menyuarakan kekhawatiran serupa. Menurut Edi, penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA berpotensi tidak dapat memenuhi jumlah minimal jam mengajar guru karena minat siswa belajar mata pelajaran pilihan yang diampu guru tersebut mungkin tidak ada.
BACA JUGA:Ini Ada Perubahan Kurikulum Madrasah 2024-2025, Keputusan Mendadak Menag Guncang Dunia Pendidikan
“Ini harus diantisipasi, karena jika mengikuti aturan lama, guru harus minimal memenuhi jumlah 24 jam mengajar per minggu. Kalau tidak, hak sertifikasi dan tunjangan mereka akan tersendat,” katanya.
Edi menambahkan bahwa kebijakan baru seharusnya tetap memberikan hak guru meski mereka tidak mengajar sesuai bidangnya. Jika tidak ada siswa yang memilih mata pelajaran tertentu, guru tersebut bisa diberi jam mata pelajaran lainnya atau tanggung jawab lain. "Hal ini tentu perlu intervensi kebijakan pusat terkait sertifikasi," pungkasnya.
Penghapusan jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA dalam Kurikulum Merdeka menimbulkan berbagai tantangan, terutama dalam pengelolaan kelas dan ketersediaan guru.
Sementara kebijakan ini memberikan fleksibilitas bagi siswa, perlu ada perhatian lebih pada kondisi lapangan untuk memastikan minat dan bakat siswa serta hak guru tetap terakomodir dengan baik.