Sharenting, Pahami Batasan dan Dampak Posting Anak di Medsos
Ilustrasi--
5. Dampak psikologis
Seperti yang dilansir dari Unicef, membagikan hal-hal tentang anak secara online tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada mereka bisa membuat anak tidak paham dengan konsep persetujuan (consent) terhadap dirinya.
Padahal, dengan mengajarkan anak konsep persetujuan, orangtua bisa mendidik anak cara menghargai dirinya sendiri.
Hal ini bisa menyebabkan anak merasa kurang berharga atau tidak dihargai. Anak mungkin juga merasa tertekan untuk selalu memenuhi ekspektasi orangtua yang diposting secara publik, yang bisa mengakibatkan stres dan kecemasan pada anak.
6. Keterbatasan ruang untuk mengekspresikan diri
Anak-anak mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki ruang untuk mengekspresikan diri mereka sendiri karena citra yang telah dibentuk oleh orangtua melalui sharenting.
Anak mungkin merasa terikat oleh citra yang diciptakan oleh orangtua di media sosial, yang bisa menghalangi mereka untuk mengeksplorasi identitas mereka sendiri.
7. Kesadaran dini tentang media sosial
Anak-anak yang tumbuh dengan mengetahui adanya media sosial sejak usia dini mungkin menjadi terlalu memperhatikan penampilan dan citra diri secara online.
Anak mungkin menjadi terlalu bergantung pada validasi sosial dari like, komentar, dan share.
Akibatnya, hal ini bisa memengaruhi perkembangan psikologi dan cara menilai harga diri mereka.
Dengan mempertimbangkan dampak-dampak ini, penting bagi orangtua untuk lebih berhati-hati dalam melakukan sharenting dan mempertimbangkan kepentingan serta perasaan anak-anak mereka baik saat ini maupun di masa depan.
Kesimpulan
Istilah sharenting adalah gabungan dari kata “share” dan “parenting” yang merujuk pada kebiasaan orangtua membagikan hal-hal tentang anak, seperti informasi pribadi, foto, atau video secara online.
Hal ini kerap dilakukan oleh orangtua dengan berbagai tujuan, mulai dari membagikan kebahagiaan hingga untuk mendapat keuntungan secara ekonomi.