Tiga Lima
Disway.--
Minatnya selama S-1 adalah di epidemiologi. Lalu masuk S-2, masih di Undip, di bidang sistem informasi manajemen kesehatan.
Sebenarnya Ningrum ingin S-2 nyi di luar negeri. Tapi setiap kali tes tidak bisa lulus. Kemampuan bahasa Inggrisnya kurang. TOEFL-nyi tidak bisa mencapai 600. Hanya 498. Padahal sudah banyak kursus. Akhirnya S-2 tetap di Undip.
Rezeki ke luar negeri itu datang di tahun 2012. Dikti mengirim 100 dosen untuk kursus pendek di Taiwan. Tiga bulan. Pilihan Taiwan karena tidak mensyaratkan Bahasa Inggris yang tinggi. Sistem kesehatan masyarakatnya pun sangat sukses.
Program itu mengantarkan Ningrum masuk S-3 di Taipei Medical University. Dia mengambil biomedical informatics.
Di sana Ningrum dibimbing oleh salah satu guru besar, peneliti, yang juga ketua asosiasi international medical informatics.
Salah satu publikasi Ningrum mengikuti temuan sang mentor. Yaitu bagaimana menggunakan big data untuk memprediksi penyakit apa yang akan berkembang di masyarakat setahun di depan. Big data itu berupa riwayat penyakit dan konsumsi obat pasien selama tiga tahun terakhir.
Fokus saat itu terutama untuk penyakit seperti kanker. Dengan artificial intelligent bisa dilakukan pencegahan. Juga bisa dilakukan deteksi dini. Dengan demikian terapinya optimal dan kesuksesan pengobatannya tinggi.
Di samping nyantrik di tokoh ilmuwan dunia Ningrum juga bergabung ke global burden disease collaborator. Itu dikelola oleh IHME Washington University, Amerika Serikat.
Di situ bergabung lebih dari 600 peneliti dari seluruh dunia. Terbanyak dari Tiongkok dan India. Yang dari Indonesia ada Ningrum.
Maka Ningrum pun, seperti Prof Dr Hermawan dari ITB, menganjurkan para peneliti untuk mengikuti jalan Ningrum.
Dina lama sekali di Taiwan: 7,5 tahun. Ketika berangkat tiga orang (dia, suami, dan satu anak). Ketika pulang lima orang. Dua anaknyi lahir di sana.
Saya pun mencoba mengirimi Ningrum WA dalam bahasa Mandarin. "Itu dia," jawabnyi. "Begitu lama di Taiwan gagal belajar bahasa Mandarin," tambahnyi.
Itu karena kampusnya full menggunakan bahasa Inggris. Bahkan Taiwan mendorong mahasiswa lokalnya untuk lebih berbahasa Inggris.
Ningrum hanya bisa bahasa setempat untuk belanja di pasar. Dia tidak pernah kesulitan untuk belanja yang tidak mengandung minyak babi. "Masyarakat di sini sangat menghormati pilihan orang. Juga sangat membantu. Sikap masyarakatnya sangat Islami. Hanya tidak bersyahadat," ujar Ningrum.
Mereka begitu semangat membantu mencarikan barang yang halal. Belum tentu kita mau mencarikan daging babi ketika giliran mereka yang minta bantu.