Dansa 90
Dahlan Iskan bersama Kwik Kian Gie yang kini sudah berusia 90 tahun. FOTO: IST--
"Kapan terakhir dansa?”
"Belum lama. Minggu lalu. Tapi yah sudah beda. Dansanya orang tua," katanya.
"Di mana dansanya?"
BACA JUGA:Unit 2 Jatanras Tangkap Pelaku Pencurian Modul Tower di 47 TKP
"Di rumah anak saya. Lantai dua rumah itu full untuk lantai dansa," katanya. "Ayo kapan ke sini lagi ikut dansa. Ajak teman-teman," katanya.
Saya bertemu Kwik di teras belakang rumah itu. Di dekat kolam renang yang panjang memanjang. Warna catnya biru tua setengah ungu. Kwik minum kopi espresso. Ia masih boleh minum kopi.
"Dulu sembilan gelas satu hari. Sekarang satu gelas," katanya.
Soal kopi ini, di zaman Bung Karno, Indonesia pernah punya masalah besar dalam ekspor ke Eropa. Termasuk ekspor kopi. Diboikot. Gara-garanya ada eksporter kita yang nakal: kirim sampah. Hampir persis dengan kenakalan eksporter sarang burung dan porang kita di tahun belakangan.
Untuk mengatasi krisis itu harus dibentuk kantor dagang Indonesia di Belanda. Idenya dari pengusaha besar sahabat Bung Karno: Tambunan.
Persoalan muncul: siapa yang akan memimpin kantor dagang itu. Ia harus tahu seluk belum Eropa dan bisa berbahasa Belanda.
Tambunan pun mengusulkan nama Ferry Sonneville. Bung Karno marah. "Ferry itu pahlawan nasional kita. Masak akan kamu jadikan pedagang," ujar Bung Karno seperti ditirukan Kwik.
BACA JUGA:Keliling Indonesia Ngutil di Minimarket, Apesnya Beraksi Palembang
Kwik memang punya hubungan khusus dengan Ferry. Di samping satu almamater di Balanda, mereka pernah bikin usaha bersama: real estate. Rumah yang ia tempati sekarang adalah di kompleks real estat yang ia bangun bersama Ferry. Masih ada lagi perumahan di Kemang.
Ferry-lah yang lantas mengusulkan nama Kwik Kian Gie menjadi pemimpin kantor dagang di Belanda. Bung Karno setuju.
Berangkatlah Kwik ke Belanda. Istrinya senang. Mereka akan sama-sama kembali ke Belanda. Ketika tiba saatnya mau berangkat ada masalah: istri Kwik sudah berpaspor Indonesia. Untuk ke Belanda harus punya visa.