Anggaran Kemendikdasmen Dipotong Rp8 Triliun, Guru Honorer Terancam?
![](https://rakyatempatlawang.bacakoran.co/upload/e2e30314d20353575c6fcb1c83d3c4d7.jpg)
Doc/Foto/Ist--
REL,BACAKORAN.CO – Pemerintah resmi memangkas anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) sebesar Rp8 triliun sebagai bagian dari kebijakan efisiensi anggaran 2025.
Langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pendidik, terutama guru honorer, yang selama ini menghadapi tantangan kesejahteraan dan kepastian status kepegawaian.
BACA JUGA:Satlantas Gelar Operasi Keselamatan Musi 2025
Pemangkasan Anggaran dan Tantangan Pendidikan
Pemotongan ini merupakan bagian dari kebijakan efisiensi yang tertuang dalam Instruksi Presiden No. 1/2025, yang mengatur pemangkasan belanja kementerian dan lembaga hingga Rp256,1 triliun.
Kemendikdasmen sendiri mengalami pemotongan 23,95% dari total anggarannya, menyisakan sekitar Rp25,5 triliun.
Kepala Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru, Iman Zanatul Haeri, menilai bahwa kebijakan ini berpotensi memperburuk akses pendidikan di berbagai daerah, terutama bagi masyarakat kurang mampu.
Ia juga mengkritik prioritas anggaran yang lebih condong pada program lain, seperti Makan Bergizi Gratis, dibanding memperbaiki infrastruktur pendidikan dan kesejahteraan guru.
"Kita punya masalah serius dalam akses pendidikan gratis, terutama di daerah-daerah yang infrastrukturnya masih tertinggal," ujar Iman.
BACA JUGA:Kebijakan Efisiensi Anggaran Ada yang Melawan, Prabowo: Merasa Sudah Jadi Raja Kecil
Nasib Guru Honorer: Ancaman Pemberhentian Massal?
Pemangkasan anggaran ini diperkirakan akan berdampak langsung pada guru honorer.
Ubaid Matraji, pengamat pendidikan, mengingatkan bahwa situasi ini bisa berujung pada pemberhentian massal guru honorer, seperti yang terjadi di Jakarta tahun lalu, di mana lebih dari 100 guru honorer kehilangan pekerjaan karena rekrutmen yang dianggap tidak sesuai prosedur.
Kasus serupa juga terjadi di Banjarmasin, di mana 751 guru honorer gagal dalam seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), membuat mereka tidak mendapatkan insentif atau tunjangan.