Fadli Zon Sindir Instruksi Megawati: Loyalitas ke Negara atau Partai?

Fadli Zon.--
REL, Jakarta – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, menanggapi instruksi Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, yang meminta para kepala daerah dari PDIP menunda keikutsertaan mereka dalam program retret di Magelang. Menurut Fadli, retret ini merupakan program kenegaraan, bukan kepartaian, sehingga seharusnya kepala daerah tetap mengutamakan kepentingan negara.
"Ya, program ini sebenarnya bukan program kepartaian. Gubernur, bupati, dan wali kota itu berasal dari berbagai latar belakang, tetapi mereka harus mengutamakan kepentingan negara," ujar Fadli saat ditemui di acara Sekolah Tani Muda di Hotel Sultan, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025).
Fadli menegaskan bahwa kehadiran dalam retret tersebut mencerminkan loyalitas kepada negara. Ia pun menyinggung pepatah yang menyatakan bahwa loyalitas kepada partai berakhir ketika seseorang harus mendahulukan kepentingan negara.
BACA JUGA:Penataan Kampung Seni Borobudur Rampung, Wisatawan Makin Betah!
"Program ini program negara, jadi harus dibedakan. Meskipun kepala daerah berasal dari partai mana pun, ketika terkait negara, loyalitasnya harus kepada negara. Ada pepatah yang mengatakan, 'My loyalty to my party ends when my loyalty to my country begins'. Jadi, kita akan melihat siapa yang benar-benar negarawan dan siapa yang hanya politisi," tambahnya.
Fadli juga menyebut bahwa keputusan Megawati ini akan menjadi ujian bagi kepala daerah dari PDIP dalam menunjukkan posisi mereka antara sebagai negarawan atau sekadar petugas partai.
"Saya kira ini adalah pilihan, mau jadi negarawan atau sekadar politisi? Itu yang nanti publik akan nilai," ucapnya.
Instruksi Megawati dan Penahanan Hasto Kristiyanto
Sebelumnya, Megawati menginstruksikan seluruh kepala daerah dari PDIP untuk menunda keikutsertaan dalam program retret yang diadakan pemerintah di Akademi Militer (Akmil), Magelang, Jawa Tengah.
BACA JUGA:Resmi! Besaran Gaji CPNS 2024 Ditetapkan, Hanya Dibayar 80% di Tahun Pertama
Instruksi ini tertuang dalam surat nomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang dikeluarkan pada Kamis (20/2). Juru bicara PDIP, Guntur Romli, membagikan surat tersebut dalam bentuk dokumen elektronik melalui aplikasi WhatsApp.
Instruksi tersebut muncul setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto. Hasto ditahan setelah menjalani pemeriksaan kedua sebagai tersangka pada Kamis (20/2/2025) pukul 18.08 WIB. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada Desember 2024 terkait dugaan kasus suap dan perintangan penyidikan dalam skandal pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI.
Kini, Hasto menjalani masa penahanan selama 20 hari pertama di rumah tahanan KPK. Kasus ini semakin memperkuat spekulasi politik yang berkembang, terutama di tengah dinamika hubungan antara PDIP dan pemerintah.