Generasi Muda dan Dakwah Digital di Era Media Sosial

Ustadz Hanan Attaki. Foto: Istimewa.--
Di tengah derasnya arus informasi dan perkembangan teknologi, generasi muda Muslim dihadapkan pada tantangan sekaligus peluang besar dalam menjalankan peran dakwah. Dakwah hari ini tidak lagi terbatas pada mimbar-mimbar masjid, majelis taklim, atau pengajian tatap muka. Dengan hadirnya media sosial, ruang dakwah menjadi lebih luas, lebih cepat, dan lebih menjangkau berbagai lapisan masyarakat, khususnya kalangan muda.
Instagram, TikTok, YouTube, dan platform lainnya telah menjadi lahan subur bagi generasi muda untuk menanamkan nilai-nilai Islam secara kreatif dan komunikatif. Tidak sedikit konten kreator Muslim dari kalangan anak muda yang menggunakan kemampuan editing, storytelling, dan komunikasi visual untuk menyampaikan pesan moral dan ajaran Islam. Ini membuktikan bahwa dakwah tidak harus selalu serius atau kaku, namun bisa dibungkus dengan gaya yang santai namun tetap berisi.
Salah satu contoh figur yang berhasil menjalankan dakwah digital dengan baik adalah Ustaz Hanan Attaki. Gaya santainya yang relatable dengan anak muda, berpakaian kasual, dan penuh semangat membuat ceramah-ceramahnya banyak diikuti di YouTube dan Instagram. Ia membuktikan bahwa dakwah bisa dikemas secara ringan namun tetap menggugah hati. Selain itu, Habib Husein Ja’far Al Hadar, atau yang dikenal sebagai Habib Ja’far, juga menjadi ikon dakwah digital yang mencuri perhatian. Dengan pendekatan intelektual, santun, dan humoris, ia sukses menembus berbagai kalangan, termasuk mereka yang sebelumnya tidak tertarik pada isu keagamaan. Ia membahas Islam dengan cara yang sejuk, penuh toleransi, dan sangat aktual.
BACA JUGA:Transformasi Dakwah Digital: Suara Anak Muda Muslim di Era Modern
Perubahan cara berdakwah ini sangat relevan dengan karakteristik generasi muda saat ini. Mereka cenderung cepat bosan, menyukai visual, dan lebih tertarik pada pendekatan yang personal dan interaktif. Oleh karena itu, dakwah digital menjadi solusi alternatif yang efektif untuk menjawab kebutuhan zaman tanpa kehilangan substansi keislaman.
Namun demikian, dakwah di media sosial juga menyimpan tantangan tersendiri. Informasi yang tersebar begitu cepat terkadang tidak memiliki validitas yang cukup. Ada risiko penyebaran ajaran yang menyimpang jika tidak disaring atau disampaikan oleh pihak yang kompeten. Karena itu, penting bagi para pendakwah muda untuk tetap berlandaskan pada ilmu yang sahih dan rujukan yang terpercaya.
Sebagai agen perubahan, generasi muda memiliki potensi besar untuk menjadi jembatan antara nilai-nilai keislaman dan perkembangan zaman. Mereka memiliki energi, kreativitas, dan pemahaman teknologi yang kuat. Maka, dengan niat yang lurus dan bekal ilmu yang cukup, generasi muda dapat menjadikan media sosial sebagai sarana dakwah yang inklusif, modern, dan menjangkau semua kalangan.
BACA JUGA:Wajib Dikunjungi, Ini Wisata Religi di Bajawa Lebih Indah dari Puncak Bogor? Ini Kata Wisatawan!
Tak hanya individu, sejumlah komunitas dakwah digital seperti Shift Pemuda Hijrah juga berperan aktif dalam menghidupkan dakwah online. Mereka menyelenggarakan kajian daring, membuat konten inspiratif, hingga kampanye sosial berbasis ajaran Islam. Ini membuktikan bahwa dakwah digital tidak lagi berjalan sendiri, melainkan bisa dikelola secara kolektif. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi keagamaan semestinya mendukung gerakan ini dengan memberikan ruang, pelatihan, serta pengawasan yang bijak. Dakwah digital seharusnya tidak dianggap sebagai pengganti dakwah konvensional, melainkan sebagai pelengkap yang menyasar segmen yang berbeda.
Penting juga ditekankan bahwa keberhasilan dakwah digital tidak hanya diukur dari jumlah followers atau viewers, tetapi dari seberapa besar perubahan positif yang dapat ditimbulkan dalam masyarakat. Dengan konten yang membangun, bahasa yang santun, dan narasi yang menyejukkan, dakwah digital bisa menjadi alat efektif untuk menangkal radikalisme, kebencian, dan informasi sesat yang kerap beredar di internet.
Dakwah digital oleh generasi muda adalah bentuk adaptasi yang cerdas terhadap perkembangan zaman. Nama-nama seperti Ustaz Hanan Attaki, Habib Ja’far, dan komunitas Shift Pemuda Hijrah membuktikan bahwa Islam bisa disampaikan secara menyenangkan, toleran, dan inspiratif di dunia maya. Namun agar dakwah ini tidak hanya menjadi tren sesaat, harus ada keseriusan dalam menjaga kualitas konten dan kesadaran akan tanggung jawab moral di balik setiap pesan yang disampaikan. Dukungan dari berbagai pihak juga menjadi kunci agar generasi muda tidak hanya menjadi “influencer” di dunia maya, tetapi juga menjadi pembawa cahaya Islam di dunia nyata. Dengan demikian, dakwah digital bukan hanya sekadar ekspresi kreatif, tetapi juga menjadi wasilah menuju perubahan sosial yang berakar pada nilai-nilai Islam rahmatan lil ‘alamin.
Oleh: Siti Meutia Salmaa (Mahasiswi Universitas Islam Fatmawati Sukarno Bengkulu)