Kesan Mendalam Selama Retret

TUTUP: Bupati Empat Lawang, H Joncik Muhammad dan Wakilnya, Arifa’i saat acara penutupan Retret Kepala Daerah Gelombang II yang digelar di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Kamis (26/6/2025). Foto: Istimewa--
REL, Jatinangor – Sejumlah kepala daerah dan wakil kepala daerah dari berbagai penjuru Indonesia berbagi pengalaman inspiratif usai mengikuti Retret Kepala Daerah Gelombang II yang digelar di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada 22–26 Juni 2025.
Selama lima hari, mereka tidak hanya dilatih dalam hal kedisiplinan, namun juga dipersatukan dalam semangat persaudaraan dan keteladanan sebagai pemimpin daerah.
Salah satu yang memberikan testimoni adalah Bupati Empat Lawang, H Joncik Muhammad, yang menyebut bahwa kegiatan baris-berbaris dan apel menjadi favoritnya.
Ia menilai apel bukan hanya sebagai seremonial rutin, melainkan ajang untuk menunjukkan kedisiplinan sekaligus keteladanan di hadapan para praja IPDN.
BACA JUGA:Raih 9 Emas di Kejurwil, Bidik Piala Dunia
“Apel ini betul-betul ditunggu karena melatih kedisiplinan dan menunjukkan di depan para praja bahwa kami, para kepala daerah, harus menjadi teladan,” ujarnya usai mengikuti kegiatan penutupan retret, Kamis (27/6/2025).
Menurut Joncik, sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), kepala daerah memegang peran penting dalam membangun budaya kerja yang positif di lingkup pemerintahan.
Ia pun menegaskan bahwa pengalaman berharga dari retret ini akan dibawa pulang dan diterapkan dalam menjalankan roda pemerintahan di daerahnya.
Tak hanya dalam apel, Joncik juga menyoroti momen kebersamaan saat sesi makan bersama tanpa kehadiran staf atau ajudan.
BACA JUGA:Pegawai Non-ASN Boleh Pakai Seragam Kuning Khaki
Hal itu menurutnya sangat membentuk rasa egaliter dan kesetaraan antarpemimpin daerah.
Senada dengan Joncik, Bupati Buton Tengah, Azhari, yang juga merupakan alumnus IPDN angkatan 07, menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya retret ini.
Ia mengakui bahwa awalnya cukup menantang mengikuti ritme kegiatan yang padat, terlebih karena faktor usia.
Namun seiring berjalannya waktu, ia dan peserta lainnya justru mulai menikmati dan mencintai kembali suasana kampus yang disebutnya sebagai “kesatrian”.