Menyelamatkan Pendidikan Keagamaan dari Ancaman Kekerasan Seksual

Menyelamatkan Pendidikan Keagamaan dari Ancaman Kekerasan Seksual-Reri Alfian -Reri Alfian

RAKYATEMPATLAWANG - Pendidikan keagamaan di Indonesia memiliki peran sentral dalam membentuk karakter dan moral generasi muda. Pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan berbasis agama lainnya telah lama menjadi fondasi penting dalam membangun nilai-nilai kejujuran, kedisiplinan, dan spiritualitas. Namun belakangan ini, institusi-institusi tersebut menghadapi ancaman serius: kekerasan seksual.

Kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan keagamaan bukan lagi hal yang asing terdengar. Meski tidak selalu terekspos ke media, fakta di lapangan menunjukkan bahwa sejumlah santri dan santriwati telah menjadi korban pelecehan bahkan pemerkosaan oleh oknum yang justru seharusnya menjadi teladan moral. Lebih menyedihkan lagi, sebagian besar kasus tersebut diselimuti oleh budaya diam, takut, dan anggapan tabu untuk membicarakannya.

Akar Masalah

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan kekerasan seksual bisa terjadi di lingkungan pendidikan keagamaan.

BACA JUGA:Harga Kopi Robusta di Empat Lawang Turun Drastis, Petani Merasa Lesu

  1. Relasi kuasa yang timpang. Dalam sistem pendidikan berbasis asrama, ustaz atau kiai sering kali dianggap sebagai figur yang tak boleh dibantah. Posisi ini bisa disalahgunakan oleh oknum untuk melakukan pelecehan terhadap anak didiknya.

  2. Minimnya pengawasan dan regulasi. Banyak lembaga pendidikan keagamaan yang berjalan secara mandiri tanpa pengawasan ketat dari pihak luar, termasuk dalam hal perlindungan anak.

  3. Stigma dan tabu. Korban sering kali memilih diam karena takut tidak dipercaya atau malah disalahkan. Dalam konteks keagamaan, pembicaraan soal seks dianggap tabu, sehingga pengungkapan kasus pun terhambat.

Tindakan Pencegahan

BACA JUGA:Bupati Empat Lawang Pimpin Upacara Hari Bhayangkara ke-79

Untuk menyelamatkan pendidikan keagamaan dari ancaman kekerasan seksual, sejumlah langkah konkret harus segera diambil:

  • Perumusan regulasi perlindungan anak yang berlaku khusus di lembaga pendidikan keagamaan. Pemerintah bersama ormas keagamaan perlu duduk bersama menyusun standar keamanan dan perlindungan bagi peserta didik.

  • Pendidikan kesadaran tentang kekerasan seksual bagi santri, pengajar, dan pengurus pesantren. Mereka harus memahami apa saja bentuk kekerasan seksual dan bagaimana cara melaporkannya.

  • Pembentukan unit perlindungan santri di setiap pesantren atau madrasah yang bisa menjadi tempat pengaduan aman bagi korban.

  • Pengawasan eksternal yang transparan dan sistem pelaporan yang tidak bias. Lembaga perlindungan anak, KPAI, serta tokoh agama yang progresif dapat bekerja sama untuk mendampingi proses ini.

Peran Masyarakat dan Tokoh Agama

Pencegahan kekerasan seksual bukan hanya tugas negara, tetapi juga tanggung jawab moral seluruh masyarakat. Tokoh agama dan pendidik harus menjadi garda terdepan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan menghormati hak anak.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan