Viral Guru Malaysia Marahi Murid Gunakan Bahasa Indonesia: Bukti Pengaruh Medsos Semakin Dalam?

Viral Guru Malaysia Marahi Murid Gunakan Bahasa Indonesia: Bukti Pengaruh Medsos Semakin Dalam?-ist/net-

Penetrasi media sosial ke dalam kehidupan anak-anak makin tidak terbendung. Studi Pew Research menyebut 95 persen remaja sudah menggunakan media sosial, bahkan 30 persennya aktif terus-menerus.

Michael Rich, Guru Besar Harvard Medical School, menyebut media sosial kini sudah seperti oksigen digital bagi anak-anak: tempat mencari identitas, nasihat, hiburan, bahkan pelarian dari stres.

Namun sisi gelapnya juga nyata. Survei Nasional Kesehatan Mental Remaja Indonesia 2022 menemukan bahwa 1 dari 3 anak usia 10–13 tahun mengalami gangguan mental, seperti gangguan konsentrasi hingga hiperaktivitas — yang salah satunya dipicu paparan media sosial yang berlebihan.

BACA JUGA:Laptop Murah, Spek Mewah! 5 Pilihan Terbaik di Bawah Rp5 Juta Juli 2025

BACA JUGA:Inovasi Baru! Infinix Hot 60 5G+ Hadirkan Tombol AI Multifungsi di Samping Bodi

Semakin tinggi konsumsi media sosial, semakin besar risiko gangguan ingatan dan kemampuan fokus pada anak.

Apa yang Bisa Dilakukan Orangtua?

Larangan total tidak selalu jadi solusi. Banyak anak yang justru diam-diam mengakses media sosial tanpa sepengetahuan orangtua. Sebaliknya, memberi akses penuh tanpa pendampingan juga berisiko tinggi.

Pakar menyarankan pendekatan tengah: dampingi, bukan larang. Ajari anak menjelajah media sosial secara bertanggung jawab sejak dini, batasi waktu layar, dan sesekali berselancar bersama agar bisa memberi konteks saat anak menemukan konten-konten asing.

Video guru Azizah bukan sekadar cerita tentang kata “teman” atau “rumah sakit”. Itu adalah sinyal bahwa anak-anak kita hidup di dua dunia — dunia nyata dan dunia digital. Maka, literasi digital dan bimbingan orangtua sangat penting agar mereka tidak kehilangan jati diri dalam derasnya arus informasi lintas negara.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan