Miris! 145 Ribu Anak di NTT Tak Sekolah, Ombudsman Desak Pendidikan Gratis dan Inklusif

Miris! 145 Ribu Anak di NTT Tak Sekolah, Ombudsman Desak Pendidikan Gratis dan Inklusif-ist/net-
Rel, Bacakoran.co – Angka Anak Tidak Sekolah (ATS) di Nusa Tenggara Timur (NTT) mencapai 145.268 anak per 8 Juli 2025.
Data mengejutkan ini diungkapkan Ombudsman RI Perwakilan NTT berdasarkan laporan dari Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) NTT.
Masalah ini mencuat ke permukaan sebagai alarm serius bagi masa depan generasi muda NTT, dengan berbagai penyebab mulai dari anak tidak mau sekolah, kendala biaya, hingga jarak tempuh yang jauh dari rumah ke sekolah.
“Alasan anak tidak sekolah adalah karena tidak mau, tidak ada biaya, sekolah jauh, dan merasa cukup dengan pendidikan yang sudah dimiliki,” ujar Kepala Ombudsman NTT, Darius Beda Daton, Jumat (11/7/2025).
Sebaran ATS dan Realita Biaya Pendidikan
Dari total tersebut, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tercatat sebagai wilayah dengan ATS tertinggi, yakni 22.459 anak, disusul Sumba Barat Daya sebanyak 13.900 anak, dan Kabupaten Kupang dengan 11.628 anak.
BACA JUGA:Kebakaran Hebat di Desa Tanjung Ning Simpang, Begini Cerita nya
BACA JUGA:Dokumen Pendaftaran Djarum Beasiswa Plus 2025, Ditutup 11 Juli! Segera Lengkapi Syaratnya
Ironisnya, praktik pungutan tinggi di sekolah negeri justru memperparah akses pendidikan, dengan rincian pungutan komite sekolah mencapai Rp50.000–Rp150.000 per bulan, dan biaya masuk kelas X bisa menembus Rp2,5 juta.
"Sekolah negeri seharusnya menjadi tempat semua anak bisa belajar, bukan membatasi dengan biaya tinggi,” tegas Beda Daton.
Ombudsman Minta Sekolah Gratis dan Audit Pendidikan
Menurut Ombudsman, hanya 32% lulusan SMA/SMK/SLB di NTT yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Selain itu, terdapat 10.590 anak yang belum pernah sekolah dan 27.287 murid tidak menyelesaikan SD/SMP.
Masih maraknya praktik penahanan ijazah karena tunggakan dan diskriminasi terhadap siswa miskin memperburuk kondisi tersebut.
“Sudah saatnya pemerintah melakukan audit total: dari kebutuhan guru, eliminasi pungutan tambahan, hingga transparansi RKAS,” jelasnya.