Sumsel Hadapi Tantangan Transisi Ekonomi Batu Bara

Hari Wibawa. Foto: Istimewa--
REL, Palembang – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mulai menggenjot transisi energi menuju energi baru terbarukan (EBT), sejalan dengan target nasional Net Zero Emission (NZE) pada 2060.
Meski demikian, wilayah ini harus menghadapi tantangan besar karena cadangan batu bara yang melimpah dan ketergantungan ekonomi yang kuat pada sektor tambang.
Data menunjukkan, Sumsel memegang 36,78% cadangan batu bara nasional, dengan total mencapai 8,6 miliar ton yang diperkirakan baru habis pada 2121. Saat ini, sektor ini menyumbang 15% PDRB Sumsel, 12% pendapatan daerah, dan menyerap 2,26% tenaga kerja.
Namun, Kabid Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan Bappeda Sumsel, Hari Wibawa, optimis bahwa transisi ini dapat berjalan bertahap. “Prediksi 2030 nanti akan mulai terjadi penurunan pemakaian batu bara, karena ada peralihan listrik ke EBT,” ujarnya, Kamis (31/7/2025).
BACA JUGA:Selvi Gibran Dorong Perajin Palembang Naik Kelas
Ia menambahkan, puncak penurunan akan terjadi ketika nilai ekonomis batu bara menurun drastis.
Hari menjelaskan, penurunan nilai ekonomis ini dipicu oleh berkurangnya permintaan ekspor dan biaya energi surya yang semakin murah. Kondisi ini membuat sejumlah negara, seperti Inggris, China, dan India, mulai meninggalkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara.
Pemerintah Sumsel telah merancang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) 2025-2045 yang menargetkan implementasi ekonomi hijau berbasis EBT pada 2045. Meski mengakui potensi masalah sosial dan ekonomi, seperti pengurangan tenaga kerja dan penurunan pendapatan, Hari menyebut Pemprov telah menyiapkan solusi. "Kita siapkan konsep pemanfaatan lahan bekas tambang melalui sektor pertanian atau perkebunan, seperti kopi dan kelapa, agar masyarakat memiliki alternatif ekonomi," tegasnya.
BACA JUGA:DPRD Sumsel Deadline 4 Hari PTBA Harus Selesaikan Sengketa dengan Warga Darmo
Direktur Eksekutif Yayasan Mitra Hijau, Doddy S. Sukadri, menilai transisi ini tidak bisa dilakukan secara instan. Menurutnya, dibutuhkan sinergi kuat dari berbagai pihak untuk menyeimbangkan kepentingan lingkungan, sosial, dan ekonomi. “Sumsel harus melepaskan ketergantungan ini perlahan sambil mendorong transformasi ekonomi hijau. Ini adalah keharusan,” tutupnya. (*)