Polemik Usulan Sejarah dan Sastra Jadi Mapel Wajib, Pakar: Tak Perlu, Ini Solusi Kreatifnya!

Polemik Usulan Sejarah dan Sastra Jadi Mapel Wajib, Pakar: Tak Perlu, Ini Solusi Kreatifnya!-ist/net-

Rel, Jakarta – Revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memunculkan wacana baru yang memicu perdebatan.

Komisi X DPR RI mengusulkan agar mata pelajaran Sejarah dan Sastra menjadi pelajaran wajib di sekolah.

Dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Sisdiknas yang tengah dibahas DPR bersama pemerintah, pasal terkait pelajaran wajib masih belum memasukkan Sejarah dan Sastra. 

Namun, anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menegaskan usulan ini merupakan komitmen fraksi PDIP untuk membentuk karakter dan daya pikir generasi muda, bukan hanya mengejar capaian akademik.

BACA JUGA:Info Baru, Pulau Mas di Empat Lawang Akan Disulap Jadi Taman Kota, Pasar Pindah ke Padang Ajan

BACA JUGA:Vivo V60 Rilis! Baterai Raksasa 6.500mAh tapi Badan Tetipis di Kelasnya

"Mata pelajaran Sejarah dan Sastra perlu diwajibkan untuk meningkatkan gairah membaca dan kapasitas imajinasi berpikir siswa," ujar Bonnie dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

Namun, pandangan berbeda disampaikan Bukik Setiawan, pengamat pendidikan sekaligus Ketua Yayasan Guru Belajar. Menurutnya, Sejarah dan Sastra selama ini terpinggirkan karena sistem pendidikan terlalu fokus pada logika ujian dan kebutuhan pasar kerja.

"Padahal dua bidang ini adalah dasar kemampuan paling manusiawi: memahami masa lalu dan membayangkan masa depan," tegas Bukik.

Meski demikian, Bukik menolak ide menjadikan Sejarah dan Sastra sebagai mapel wajib melalui undang-undang. Ia berpendapat kurikulum harus fleksibel, adaptif, dan kontekstual terhadap perkembangan zaman.

"Hari ini mungkin Sejarah dan Sastra, besok bisa jadi teknologi naratif atau etnografi digital. Pendidikan butuh ruang yang merespons tantangan global dan konteks lokal yang terus berubah," jelasnya.

Solusi Tanpa Harus Jadi Mapel Wajib Bukik menilai yang dibutuhkan bukan penambahan pelajaran wajib, melainkan lebih banyak guru kreatif dan ruang pembelajaran merdeka. Untuk menumbuhkan literasi dan imajinasi, pembelajaran bisa dilakukan dengan metode yang memanusiakan, seperti:

Menggunakan kisah lokal sebagai bahan ajar

Membuat puisi karya siswa

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan