Hotel dan Restoran Terancam Gulung Tikar

Kota Palembang. Foto: Istimewa--

° Dampak Kebijakan Efisiensi Anggaran Pemerintah

REL, Palembang — Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat yang berlaku sejak awal 2025 memukul telak industri perhotelan dan restoran di Sumatera Selatan. Tingkat okupansi hotel anjlok drastis dan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawan tak terhindarkan. Para pengusaha khawatir, jika kebijakan ini terus berlanjut hingga tahun depan, gelombang kebangkrutan massal akan menjadi kenyataan.

Sekretaris Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) Sumsel, John Johan Tisera, mengungkapkan bahwa ketergantungan sektor ini pada kegiatan pemerintahan sangat tinggi. "Sebelum ada kebijakan efisiensi, tingkat okupansi hotel rata-rata mencapai 90 persen, dan 60 persen di antaranya disumbang oleh kegiatan pemerintah," kata John saat ditemui di Palembang, Selasa (3/6/2025).

Namun, sejak kebijakan efisiensi anggaran diberlakukan, situasi berubah 180 derajat. "Tingkat okupansi anjlok menjadi 55-60 persen. Itu pun didominasi oleh wisatawan lokal yang ingin staycation," tambahnya.

John menjelaskan, kegiatan pemerintah di hotel tidak sepenuhnya berhenti, tetapi berkurang sangat signifikan. Biasanya, setelah anggaran cair pada Maret, kegiatan mulai ramai dan memuncak pada April hingga Mei. "Sekarang, meski sudah masuk Mei, kegiatan pemerintah masih sepi. Kalaupun ada, hanya pertemuan kecil berdurasi sehari, jauh berbeda dari rata-rata tiga hari sebelumnya," keluhnya.

BACA JUGA:Dorong Pembentukan Klub Jantung Sehat di Sekolah

Dampak domino dari penurunan okupansi ini tak hanya dirasakan oleh pemilik hotel, tetapi juga para pekerja. John menuturkan, rasio karyawan hotel di Sumsel kembali menurun. Dari yang sempat membaik pasca-pandemi menjadi 1:0,5, kini merosot lagi menjadi sekitar 1:0,4. "Artinya, dalam lima bulan terakhir, rata-rata ada 10 karyawan yang terkena PHK, khususnya di Palembang," ungkapnya.

Tidak hanya itu, pasokan bahan makanan ke restoran hotel pun ikut terimbas, yang turut memukul pedagang dan petani. "Karena kegiatan pemerintah berkurang, pesanan makanan juga turun drastis," jelas John.

Untuk bertahan, para pengusaha hotel dan restoran mencoba berbagai strategi, salah satunya dengan memperbanyak kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) yang menyasar masyarakat umum. Namun, John menegaskan, upaya ini tidak akan optimal tanpa dukungan pemerintah.

"Kami butuh komitmen dari pemerintah untuk membantu keberlanjutan usaha kami," ujarnya.

BACA JUGA:Penerimaan Siswa Baru SMA Taruna Nusantara 2026/2027 Dibuka, Gratis 100%

John mengapresiasi inisiatif positif dari Pemerintah Provinsi Sumsel yang berkomitmen meningkatkan pariwisata, seperti upaya Gubernur Herman Deru untuk membuka kembali rute penerbangan internasional Palembang-Kuala Lumpur. Di sisi lain, John juga menyoroti perlunya perbaikan isu keamanan dan kebersihan di destinasi wisata utama Palembang, seperti Jembatan Ampera dan Benteng Kuto Besak (BKB).

"Isu keamanan dan kebersihan ini sangat negatif bagi pariwisata Palembang. Pemerintah harus bertindak tegas, termasuk dengan memberlakukan sanksi denda," tegasnya. PHRI juga mendorong agar BKB dan Taman Kambang Iwak dikelola oleh investor untuk menjadikan destinasi tersebut lebih profesional.

Pada akhirnya, PHRI berharap pemerintah pusat dapat meninjau ulang kebijakan efisiensi anggaran. "Pemerintah harus melihat langsung ke lapangan bahwa kebijakan ini sudah sangat memukul dunia usaha. Jika terus diperpanjang tanpa pertimbangan, dampaknya bisa membuat dunia usaha semakin terpuruk," pungkas John. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan