Kontroversi di SMA Negeri 8 Medan: Pertarungan Hukum dan Nasib Pendidikan Maulidza Sari Febriyanti

Kasus kontroversial di SMA Negeri 8 Medan--

REL , Sumatera utara - Kasus kontroversial di SMA Negeri 8 Medan telah menjadi buah bibir di masyarakat setelah Maulidza Sari Febriyanti, seorang siswi yang memiliki catatan akademik yang memadai, tidak naik kelas meskipun memenuhi Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Kasus ini semakin memanas setelah ayah Maulidza, Choky Indra, melaporkan kepala sekolah atas dugaan pungutan liar dan korupsi ke polisi.

Pada saat pembagian rapor baru-baru ini, Choky Indra dengan tegas melakukan protes di sekolah. Ia meyakini bahwa keputusan untuk tidak memajukan Maulidza ke kelas XII merupakan balasan atas laporannya terhadap kepala sekolah terkait praktik pungli yang diduga dilakukan di sekolah tersebut.

Meskipun nilai-nilai Maulidza memenuhi standar yang ditetapkan, sekolah mengklaim bahwa absensinya yang sering menjadi alasan utama.

Choky Indra, dalam keterangan kepada wartawan, menyatakan bahwa tindakan ini merupakan bentuk balasan atas laporannya terhadap kepala sekolah terkait kasus korupsi dan pungli sebelumnya.

BACA JUGA:Kisah Inspiratif Adinda Tiara Putri: Anak Desa yang Meraih Beasiswa SMA Negeri Palembang

Maulidza sendiri mengakui telah dipanggil tiga kali terkait absensinya, namun ia menegaskan bahwa kehadirannya di kelas telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Sementara itu, pihak sekolah, melalui Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas Rencus Sinabariba, menolak memberikan komentar mengenai keputusan tersebut. Kepala sekolah yang bersangkutan sedang berada di luar kota dan diharapkan memberikan klarifikasi lebih lanjut pada hari Senin mendatang.

Kasus ini bukan pertama kalinya Choky Indra terlibat dalam konflik hukum dengan pihak sekolah. Sebelumnya, ia juga melaporkan kepala sekolah ke polisi terkait dugaan pelanggaran terkait pengelolaan dana sekolah. Surat balasan dari Polda Sumut menunjukkan bahwa laporan tersebut sedang dalam tahap penyelidikan sejak bulan April lalu.

Bagi Maulidza, keputusan untuk tidak naik kelas meskipun prestasinya memadai berpotensi membawa dampak serius pada masa depan pendidikannya. Sementara publik menunggu klarifikasi dari kepala sekolah, Maulidza harus menghadapi ketidakpastian atas nasibnya. Hari Senin diharapkan membawa kejelasan, apakah keadilan akan terpenuhi atau pertarungan hukum ini akan berlanjut dengan konsekuensi yang lebih dalam bagi semua pihak yang terlibat.

BACA JUGA:190.444 Peserta Lulus Seleksi Nasional Berbasis Tes (SNBT) 2024 untuk PTN Akademik

Kasus ini bukan hanya sekadar penyelesaian hukum, tetapi juga mencerminkan tantangan besar dalam menjaga integritas dan keadilan dalam sistem pendidikan. Setiap keputusan harus mempertimbangkan masa depan dan hak setiap siswa untuk mendapatkan pendidikan yang layak dan adil, tanpa terpengaruh oleh pertarungan kepentingan pribadi atau institusional.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan