Ketua MK yang Putuskan Parpol Bisa Usung Cagub-Cawagub Tanpa Kursi DPRD Ternyata Mantan Hakim PN Curup, Ini Pr

Nama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, kembali menjadi sorotan setelah memimpin sidang yang mengeluarkan putusan penting dalam dunia politik Indonesia.--

REL, BACAKORAN.CO - Nama Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, kembali menjadi sorotan setelah memimpin sidang yang mengeluarkan putusan penting dalam dunia politik Indonesia.

MK memutuskan bahwa partai politik (parpol) kini bisa mengusung calon gubernur (cagub) dan calon wakil gubernur (cawagub) tanpa harus memiliki kursi di DPRD, sebuah keputusan yang menuai pro dan kontra.

BACA JUGA:Dinamika Politik Memanas, PC IPNU Empat Lawang Serukan Penolakan Terhadap Sikap DPR RI Pasca Putusan MK

BACA JUGA:Sejumlah Komika Ikut Unjuk Rasa di Depan DPR, Kawal Putusan Krusial MK Terkait Pilkada 2024

Keputusan ini merupakan bagian dari gugatan perkara Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora. Mereka menggugat ketentuan threshold pencalonan kepala daerah yang sebelumnya menetapkan syarat 25% perolehan suara atau 20% kursi DPRD.

Dalam putusan MK, MK menyetarakan syarat pencalonan kepala daerah dari parpol dengan jalur independen yang diatur dalam Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

*Profil Suhartoyo: Dari Jaksa Hingga Ketua MK*

Suhartoyo, yang kini menjabat sebagai Ketua MK, menggantikan Anwar Usman yang dicopot oleh Mahkamah Kehormatan MK (MKMK) terkait kontroversi putusan yang meloloskan keponakan Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon presiden pada Pilpres 2024.

BACA JUGA:UGM Meliburkan Mahasiswa untuk Turun Aksi Mengawal Putusan MK

BACA JUGA:Para Akademisi dan Aktivis 1998 Gelar Aksi Unjuk Rasa Kawal Putusan MK

Pengangkatan Suhartoyo dilakukan melalui musyawarah mufakat dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) pada 9 November 2023.

Lahir di Sleman, Yogyakarta, pada 15 November 1959, Suhartoyo sebenarnya bercita-cita menjadi jaksa. Namun, karena dorongan teman-teman kuliahnya, ia akhirnya mengikuti ujian hakim dan berhasil lolos, sementara teman-temannya justru gagal. “Rasa kebanggaan mulai muncul justru setelah saya menjadi hakim,” ungkap Suhartoyo, mengenang perjalanannya.

Suhartoyo menempuh pendidikan hukum di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta dan meraih gelar sarjana pada 1983. Ia kemudian melanjutkan studi S-2 di Universitas Tarumanegara pada 2003 dan S-3 di Universitas Jayabaya pada 2014.

BACA JUGA:Putusan MK: Mengancam Peluang Kaesang, Buka Ruang bagi Anies dan PDIP di Pilkada

Dalam kehidupan pribadinya, Suhartoyo menikah dengan Sustyowati dan dikaruniai tiga anak: Dhesga Selano Margen, Sondra Mukti Lambang Linuwih, dan Jeshika Febi Kusumawati.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tahun 2019, ia melaporkan total kekayaan sebesar Rp11,496 miliar.

*Karier Panjang di Dunia Kehakiman*

Suhartoyo memulai karier sebagai calon hakim di Pengadilan Negeri (PN) Bandar Lampung pada 1986. Selama lebih dari tiga dekade, ia meniti karier di berbagai pengadilan, termasuk sebagai Hakim PN Curup, Hakim PN Metro, Hakim PN Tangerang, hingga Hakim PN Bekasi.

BACA JUGA:DPR Pertimbangkan Anulir Putusan MK Terkait Ambang Batas Pilkada

BACA JUGA:PDIP Sambut Positif Putusan MK: Kemenangan Melawan Oligarki dan Politik Kotak Kosong

Ia juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua PN Kotabumi dan Ketua PN Praya, sebelum akhirnya menduduki posisi strategis sebagai Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 2011.

Perjalanan karier Suhartoyo di ranah konstitusi dimulai pada tahun 2015, ketika ia diangkat menjadi hakim konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi.

Selama bertugas di MK, ia kerap menangani perkara-perkara penting, termasuk perselisihan hasil pemilu dan gugatan-gugatan terkait konstitusi.

**Tantangan di Tengah Kontroversi

Saat ini, Suhartoyo dihadapkan pada tantangan besar dalam memastikan netralitas Mahkamah Konstitusi, terutama menjelang Pilpres dan Pileg 2024.

Meski berbagai laporan mengkritik netralitas MK dalam menangani sengketa Pemilu, Suhartoyo menegaskan bahwa MK akan tetap profesional dan objektif dalam menjalankan tugasnya.

Dengan keputusan terbarunya yang mengubah aturan main pencalonan kepala daerah, Suhartoyo sekali lagi menegaskan posisi MK sebagai lembaga yang tidak takut mengambil keputusan kontroversial demi menjaga prinsip keadilan dan konstitusi di Indonesia.

Tag
Share