Ketidakpastian Ekonomi Global Semakin Tinggi, Sri Mulyani Soroti Perang Dagang dan Ketegangan Geopolitik
Istimewa --
Rel, Jakarta - CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Sri Mulyani kembali mengingatkan akan besarnya ketidakpastian ekonomi global saat ini. Faktor-faktor utama yang menyumbang ketidakpastian ini adalah ketegangan geopolitik antara kelompok Barat dan Rusia serta babak baru perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS).
Dalam konferensi pers APBN KiTa Edisi Mei 2024 yang digelar pada Senin (27/5/2024), Sri Mulyani menyatakan bahwa dunia sedang mengalami fragmentasi yang mengganggu tatanan ekonomi global. Salah satu contohnya adalah perang tarif baru antara AS dan China.
Babak Baru Perang Dagang China-AS dan Dampaknya
Presiden AS Joe Biden baru-baru ini menaikkan tarif barang-barang impor dari China pada Selasa (14/5/2024). Kebijakan ini berpotensi memicu perang dagang yang berdampak luas, termasuk ke Indonesia.
BACA JUGA:Kapolda Pantau Lokasi Yang Akan Kunjungi Presiden
Tarif baru tersebut mencakup impor kendaraan listrik yang tarifnya meningkat empat kali lipat dari 25% menjadi 100%, serta pajak impor sel surya yang naik dari 25% menjadi 50%.
Tarif pada beberapa produk baja dan aluminium China juga akan meningkat lebih dari tiga kali lipat.
Kenaikan tarif ini diperkirakan mencapai US$18 miliar, dan Gedung Putih berargumen bahwa langkah ini perlu untuk melindungi industri AS dari persaingan tidak sehat.
China diperkirakan akan merespons kebijakan ini dengan langkah-langkah balasan, yang bisa mengingatkan dunia pada ketidakstabilan ekonomi akibat perang dagang tahun 2018.
BACA JUGA:Kungker Presiden Ditunda
Sri Mulyani menjelaskan bahwa perang dagang ini dapat memperparah inflasi global dan menyebabkan suku bunga tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Inflasi sangat sulit untuk diturunkan, likuiditas global akan tetap ketat, dan ini akan mempengaruhi nilai tukar dari seluruh negara," ujarnya. Kondisi ini juga bisa memicu aliran modal keluar dari pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Pembekuan Aset Rusia
Selain perang tarif, Sri Mulyani juga menyoroti hubungan AS dan Eropa dengan China dan Rusia terkait pembekuan aset Rusia. AS dan sekutunya dari G7 telah membekukan aset Rusia senilai US$300 miliar sebagai sanksi atas invasi Rusia ke Ukraina.