Lalu bagaimana menjaga Rp 400 T itu agar tidak masuk WC para koruptor?
Ingatan saya ke Banyuwangi –saat Menteri Abdullah Azwar Anas masih menjabat bupati di sana.
BACA JUGA:Curi Handphone, Kedua Pemuda Ditangkap Polsekta Lahat
BACA JUGA:Warga Baturaja Hilang, Ditemukan Setelah Empat Hari
Anas juga mengalokasikan dana APBD puluhan miliar rupiah untuk memberi makan gratis penduduk. Yakni penduduk miskin, janda, orang tua, dan yang tidak berdaya lainnya.
Dana itu ternyata sekaligus untuk menggerakkan ekonomi di pedesaan. Juga untuk membangkitkan wirausaha kecil di desa.
Anas punya daftar lengkap siapa yang berhak mendapat makan gratis. Di RT berapa, RW mana, kelurahan/desa apa. Setiap 50 orang dikelompokkan berdasar lokasi terdekat.
Untuk memberi makan kelompok 50 orang itu ditunjuk satu pengusaha catering UMKM terdekat.
BACA JUGA:Pemalak Resahkan Sopir Truk di Macan Lindungan Ditangkap
BACA JUGA:Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting tingkat Kabupaten Empat Lawang Dikukuhkan
Maka muncul pengusaha-pengusaha kecil bidang katering di desa-desa. Yang belanja bahannya pun di desa. Uangnya muter di desa.
Masyarakat desa, juga perangkatnya, diberi tahu berapa anggaran sekali makan itu. Agar ada kontrol dari masyarakat apakah UMKM-nya mengambil untung terlalu besar.
Di Banyuwangi program itu berjalan. Pagi hari pengusaha kecilnya mengantarkan nasi ke alamat penerima. Sorenya mengantar nasi lagi untuk makan malam, sambil mengambil rantang yang sudah kosong. Begitu seterusnya.
Tidak ada celah korupsi di Banyuwangi. Juga tidak terjadi komplain atas kualitas makanan –dibandingkan dengan anggaran. Juga tidak terjadi catering besar mengambil alih beberapa katering kecil.
Ratusan usaha kecil katering pun hidup dari program Anas tersebut. Saya pernah ke rumah-rumah penerima makan gratis itu. Saya kagum dengan tata-cara pemberian makan gratis di sana.
Apakah kelak penggunaan dana Rp 400 triliun dibuat seperti yang terjadi di Banyuwangi? Saya tidak tahu.