REL, Lubuklinggau - Lubuklinggau, sebuah kota di Sumatera Selatan, tidak hanya terkenal sebagai destinasi wisata, tetapi juga sebagai pusat kerajinan alat masak tradisional, terutama dandang.
Dulu, ada satu kampung yang mayoritas warganya menjadi perajin dandang, hingga kampung tersebut dikenal dengan sebutan "Kampung Dandang".
Berlokasi di Jalan Teladan, RT 1, Kelurahan Bandung Kiri, Kecamatan Lubuklinggau Barat I, kampung ini pernah menjadi sentra produksi dandang yang mengirimkan hasil kerajinannya hingga ke kota-kota besar seperti Padang, Pekanbaru, dan Palembang.
Dandang, alat masak tradisional berbahan aluminium, dulunya digunakan untuk menanak nasi, merebus air, hingga sebagai wadah bakso.
BACA JUGA:Pemprov Sumsel dan TNI AU Capai Titik Terang
BACA JUGA:Gelar Binrohtal Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan modernisasi, popularitas dandang mulai meredup.
Kehadiran alat masak modern seperti rice cooker membuat banyak warga di Kampung Dandang beralih profesi karena minimnya permintaan pasar.
Kini, hanya segelintir perajin yang bertahan.
Salah satu perajin yang masih setia mempertahankan profesinya adalah Ruslan.
Sejak tahun 1997, ia terus membuat dandang meskipun tantangan yang dihadapinya semakin berat.
"Dulu, hampir seluruh warga di kampung ini perajin dandang. Pada tahun 2010, masih ada sekitar 14 perajin yang aktif, tapi sekarang hanya tersisa 4 atau 5 perajin, termasuk saya," ujar Ruslan saat ditemui wartawan, Sabtu (14/9/2024).
Ruslan mengakui bahwa selain persaingan dengan alat masak modern, harga bahan baku aluminium yang semakin mahal juga menjadi kendala.
"Harga aluminium per kepingnya sekarang mencapai Rp 120 ribu, dan dengan peminat dandang yang makin berkurang, keuntungan pun tidak sebanding," jelasnya.
Meski demikian, Ruslan tetap memproduksi berbagai ukuran dandang, mulai dari ukuran 10 kg, 20 kg, hingga 25 kg.