"Ada alergi obat?" tanya dokter.
"Ada".
"没问题," kata dokter. "Nggak usah minum obat."
Selesai.
"Berapa?" tanya saya.
"Pembayaran di lantai bawah," jawab asisten dokter.
Kami pun turun ke lantai saat pertama datang.
"多少钱?" tanya saya sambil membayangkan kata dokter “mahal lho” tadi.
Ternyata hanya 110 yuan. Sekitar Rp 230.000.
BACA JUGA:7 Manfaat Sehat Kacang Koro yang Jarang Diketahui
Dahi cucu terkecil saya, Andretti, pernah kena pojokan meja. Di tempat rekreasi di Amerika. Luka. Berdarah. Dibawa ke dokter. Diplester sederhana. Habis Rp 7 juta.
Kembali ke restoran di seberang jalan, Ayrton sudah bisa makan. Habis satu mangkok la mian. Bisa meneruskan tugasnya sebagai manajer rombongan.
Ia yang memutuskan kita semua ke mana-mana harus naik subway. Saya tidak berkomentar. Ikut saja. Subway adalah kendaraan umum untuk rakyat jelata. Murah. Hanya Rp 12.000 sudah bisa ke Disneyland di pinggir kota Shanghai. Bisa Rp 250.000 pakai taksi.
Saya ingin tahu: bagaimana anak muda menyelesaikan masalah di stasiun kereta bawah tanah. Yang semua hal harus berurusan dengan mesin. Yang semua instruksinya pakai bahasa Mandarin. Apalagi ini di Shanghai: jaringan kereta bawah tanahnya teruwet di dunia. Paling banyak jalurnya. Paling luas jangkauannya.
BACA JUGA:Malam Pergantian Tahun Baru, Ini Agenda Pj Bupati Empat Lawang
Ternyata ada app yang bisa dipelajari. Ke mana naik jalur apa. Lalu pindahnya di stasiun mana. Dari jalur warna apa pindah ke warna apa.