Bagi masyarakat luar, tradisi ini menimbulkan berbagai reaksi negatif, terutama dari sudut pandang etika dan hak asasi manusia. Banyak yang menganggap ritual ini sebagai bentuk objektifikasi terhadap wanita, di mana posisi mereka hanya dilihat sebagai objek kesenangan bagi para pemuda yang baru saja menyelesaikan pengasingan. Selain itu, kebebasan yang diberikan kepada para pemuda untuk memilih wanita yang sudah bersuami juga dianggap melanggar norma-norma moral dalam kehidupan pernikahan.
Namun, bagi masyarakat Kalash sendiri, tradisi ini merupakan bagian integral dari identitas mereka. Mereka melihatnya sebagai bagian dari kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun dan tidak merasa bahwa tradisi tersebut merendahkan martabat wanita. Wanita-wanita di suku Kalash juga memiliki peran penting dalam festival ini dan sering kali secara aktif terlibat dalam proses pemilihan pasangan.
Festival Kalas dengan segala keunikannya menggambarkan betapa kaya dan beragamnya budaya yang ada di Pakistan. Meskipun tradisi ini memicu banyak kritik dan dianggap kontroversial oleh dunia luar, penting untuk memahami bahwa setiap budaya memiliki nilai-nilai dan norma-norma yang berbeda.
Di satu sisi, ritual-ritual di Festival Kalas menunjukkan ketahanan dan keberanian para pemuda, sementara di sisi lain, hal ini memunculkan pertanyaan penting mengenai etika dan moralitas dalam konteks budaya tradisional.
BACA JUGA:Uang SPP Anak dan Hp Raib Disatroni Pencuri
BACA JUGA:Hendak Pulang ke Rumah, Pasutri di Palembang Dibegal
Sebagai bagian dari masyarakat global, penting untuk melihat tradisi-tradisi seperti ini dengan sudut pandang yang lebih luas, menghargai perbedaan, namun tetap mempertimbangkan nilai-nilai universal seperti penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Festival Kalas mungkin akan terus menjadi pusat perhatian bagi para antropolog dan masyarakat umum, tetapi pada akhirnya, dialog dan pemahaman antarbudaya adalah kunci untuk mengatasi perbedaan ini.***