BACA JUGA:Bantuan Pendidikan PIP 2024 Cair untuk Siswa SD hingga SMA, Begini Cara Cek Penerima!
BACA JUGA:Menikmati Keindahan Sejarah Jakarta, 7 Destinasi Wisata yang Wajib Dikunjungi!
Dalam perjalanannya, beberapa kurikulum seperti Kurikulum 1984 yang memperkenalkan metode CBSA atau Kurikulum 2013 yang menekankan pendekatan saintifik, menuai beragam tanggapan.
Kini, di bawah Kurikulum Merdeka, guru diberikan fleksibilitas dalam proses pembelajaran.
Namun, kurikulum ini juga menghadirkan tantangan seperti kurangnya pengalaman, keterbatasan akses internet, dan kebutuhan pelatihan yang memadai bagi tenaga pendidik.
Abdul Mu'ti berharap kebijakan pendidikan ke depan dapat menyesuaikan kebutuhan nyata di lapangan dan tidak sekadar mengganti nama atau sistem tanpa solusi yang konkret.
Kontroversi Ujian Nasional dan Asesmen Nasional
Ujian Nasional (UN) merupakan bagian penting dari sistem pendidikan Indonesia yang telah ada sejak tahun 1950.
Namun, format dan penyelenggaraannya telah banyak berubah. Pada 2021, di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim, UN dihapus dan digantikan dengan Asesmen Nasional yang terdiri dari Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dan survei karakter.
Langkah ini diambil untuk memfokuskan evaluasi pada kualitas pendidikan tanpa menjadikan nilai UN sebagai penentu kelulusan siswa.
BACA JUGA:Pj Sekda Dorong Transformasi Pendidikan Berbasis Aset
BACA JUGA:Adik Kandung Mantan Gubernur Sumsel kena Rotasi Jabatan
Meski demikian, UN sempat menjadi isu kontroversial karena dianggap menambah beban stres pada siswa, guru, dan orang tua.
Menurut Nadiem, UN tidak efektif dalam mengukur kemampuan kognitif dan karakter siswa secara menyeluruh.
Oleh karena itu, Abdul Mu'ti pun tengah mempertimbangkan kembali keberlanjutan sistem evaluasi ini agar sesuai dengan harapan masyarakat dan dunia pendidikan.***