Kualitas dan Kesejahteraan Guru Dinilai Lebih Penting daripada UN dan Zonasi

Selasa 29 Oct 2024 - 12:09 WIB
Reporter : Adi Candra
Editor : Adi Candra

Kualitas dan Kesejahteraan Guru Dinilai Lebih Penting daripada UN dan Zonasi

REL, Surabaya - Polemik terkait Ujian Nasional (UN) dan sistem zonasi kembali mencuat menyusul pelantikan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Prof. Abdul Mu'ti, oleh Presiden Prabowo. 

Keinginan masyarakat agar UN diadakan kembali serta penghapusan zonasi pun menjadi sorotan. 

Namun, pengamat pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Achmad Hidayatullah, Ph.D., menilai bahwa dua isu ini bukanlah prioritas utama dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Menurut Achmad, UN yang dulunya dimaksudkan sebagai alat evaluasi capaian belajar nasional kini lebih sering dipakai sebagai standar kelulusan. Padahal, sistem ini cenderung menimbulkan tekanan pada siswa dan mendorong praktik kecurangan.

"Saya pikir ada kekeliruan ketika UN hanya dilaksanakan selama tiga hari namun digunakan sebagai penentu kelulusan siswa. Alih-alih memotivasi belajar, kenyataannya banyak siswa justru mengalami stres dan akhirnya mencari cara-cara curang untuk lulus,” ujar Achmad pada Senin (28/10).

BACA JUGA:Perubahan Kurikulum dan Evaluasi, Mendikdasmen Abdul Mu'ti Tekankan Kebijakan Pendidikan Tidak Buru-Buru

BACA JUGA:Pastel, Camilan Gurih yang Tetap Eksis, Ini Resep Praktisnya untuk Teman Ngopi Sore

Achmad menilai, mengusulkan kembalinya UN merupakan langkah mundur yang justru berisiko merusak karakter siswa dan kesehatan mental para pendidik. 

Menurutnya, proses evaluasi pendidikan seharusnya bisa dilakukan di tingkat regional atau oleh satuan pendidikan masing-masing, tanpa perlu UN. 

Ia menegaskan bahwa yang perlu mendapat perhatian adalah penguatan dan penyempurnaan pada sistem Asesmen Nasional (AN) yang sudah ada.

Sementara terkait zonasi, Achmad berpandangan bahwa sistem ini mampu membantu pemerataan kualitas pendidikan dan mengurangi kesenjangan antara sekolah "favorit" dan sekolah "non-favorit." 

Menurutnya, sistem zonasi yang diterapkan di banyak negara maju justru mampu meningkatkan efisiensi dan pemerataan. Namun, penerapannya di Indonesia masih memerlukan komitmen antar pemangku kepentingan dan pengawasan ketat untuk menghindari manipulasi data pendaftaran.

“Pemerataan pendidikan melalui zonasi tetap perlu, namun dengan sejumlah perbaikan seperti peningkatan kualitas fasilitas sekolah dan kualitas tenaga pendidik di seluruh sekolah. Ini agar tidak hanya sekolah tertentu saja yang unggul,” tegasnya.

Lebih lanjut, Achmad menekankan bahwa pemerintah sebaiknya fokus pada peningkatan kualitas dan kesejahteraan guru, yang dianggapnya lebih mendesak daripada UN atau zonasi. 

Kategori :