Kalau UN diterapkan lagi, fungsinya apa? Apakah untuk kelulusan atau sekadar pemetaan data? Ini penting agar UN tidak menjadi beban," paparnya.
Perbaikan Pelaksanaan UN
Hetifah juga menyoroti celah kelemahan dalam pelaksanaan UN di masa lalu yang perlu diperbaiki jika ujian ini kembali diterapkan.
"Dulu kita menghapus UN juga berdasarkan berbagai masukan terkait kelemahannya. Jadi, jangan sampai kita mundur dengan mengembalikan UN tanpa perbaikan. Celah-celah kelemahan itu harus diperbaiki," tegas Hetifah.
Menurutnya, UN tidak boleh disalahgunakan sehingga malah merugikan siswa, guru, atau sekolah. Dengan perbaikan sistem, diharapkan UN dapat berfungsi sebagai evaluasi yang lebih objektif dan bermanfaat.
Kajian Mendalam atas Program Merdeka Belajar
Di sisi lain, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengisyaratkan rencana untuk meninjau ulang beberapa kebijakan yang telah diterapkan dalam program Merdeka Belajar, termasuk kebijakan UN, zonasi, dan Kurikulum Merdeka.
Hal ini disampaikan oleh Mu'ti saat acara serah terima jabatan pada Senin (21/10) lalu.
"Jadi, soal ujian nasional, soal zonasi, dan Kurikulum Merdeka semuanya akan kita lihat dengan seksama. Kami akan berhati-hati dalam mengambil langkah," ujar Mu'ti.
Rencana ini mengindikasikan bahwa pemerintah berupaya memperhatikan berbagai masukan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait dalam proses evaluasi pendidikan nasional.
Dengan langkah ini, diharapkan kebijakan yang diambil dapat memberikan dampak positif bagi peserta didik tanpa memberikan beban berlebih.
Harapan dan Tantangan Pengembalian Ujian Nasional
Rencana kembalinya UN sebagai salah satu komponen pendidikan nasional menimbulkan harapan sekaligus tantangan baru.
Di satu sisi, UN dianggap mampu memotivasi siswa agar lebih serius dalam belajar. Namun, di sisi lain, kekhawatiran akan tekanan berlebih dan dampak psikologis pada siswa juga menjadi isu penting yang harus dicermati.