Upacara ini dilaksanakan pada hari ke-14 bulan Kasada dalam kalender Hindu-Tengger.
Dalam ritual ini, masyarakat Tengger mempersembahkan sesajen berupa hasil bumi, hewan ternak, dan barang-barang lainnya ke dalam kawah Gunung Bromo.
Kasada berakar pada legenda Roro Anteng dan Joko Seger, leluhur masyarakat Tengger. Mereka dipercaya melaksanakan ritual ini sebagai bentuk rasa syukur atas kehidupan damai yang mereka nikmati.
BACA JUGA:Penyaluran Kredit Nasional Tumbuh 8,21%, Rasio NPL Turun ke 2,90% di Triwulan III-2024
BACA JUGA:Rasio Kredit Bermasalah Turun ke 2,90%, Strategi Pengelolaan Aset Bank Negara Berbuah Hasil
Upacara ini adalah ungkapan terima kasih kepada Sang Hyang Widhi Wasa dan menjadi simbol keakraban serta harmoni antara manusia dan alam.
Tradisi Kasada yang sarat spiritual dan penuh warna ini menjadi daya tarik wisata, di mana wisatawan dari berbagai penjuru dunia datang untuk menyaksikan keindahan budaya serta lanskap menakjubkan Gunung Bromo.
3. Larung Saji di Banyuwangi
Larung Saji adalah tradisi tahunan di Banyuwangi, yang diadakan di pantai sebagai ungkapan rasa syukur para nelayan atas rezeki yang mereka peroleh dari laut.
Sesajen berupa nasi, buah, dan lauk-pauk diarak ke laut dan dilarungkan sebagai simbol pengorbanan dan permohonan perlindungan.
BACA JUGA:Suzuki Luncurkan Dzire 2025 dengan Desain Baru dan Rating Lima Bintang Global NCAP
Ritual ini diyakini mampu menjaga keseimbangan alam serta menjauhkan masyarakat dari marabahaya. Tradisi Larung Saji mencerminkan penghormatan kepada laut sebagai sumber kehidupan dan kesejahteraan.
Keindahan ritual ini menjadi atraksi budaya yang menarik wisatawan sekaligus memperkuat identitas budaya masyarakat Banyuwangi.
Kekayaan Budaya yang Harus Dijaga
Tradisi Grebeg Suro, Yadnya Kasada, dan Larung Saji tidak hanya menjadi perayaan budaya tetapi juga sarana untuk melestarikan nilai-nilai luhur warisan leluhur.