REL,BACAKORAN.CO - Rencana pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto untuk memanfaatkan lahan hutan rusak guna penanaman kelapa sawit dianggap sebagai langkah positif oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB), Yanto Santoso. Menurut Yanto, tanaman sawit sering menjadi subjek diskriminasi di dunia internasional, terutama karena berasal dari negara-negara tropis seperti Indonesia.
BACA JUGA: Rahasia Mesin Tetap Dingin: Kapan dan Bagaimana Mengganti Pendingin Mobil Anda
BACA JUGA: Fitur Keyless Motor Matic Honda yang Bikin Begal Murka, Ini Cara Pakainya
Yanto menyebutkan bahwa sawit memiliki produktivitas tinggi, dengan hasil hingga delapan kali lipat lebih besar dibandingkan tanaman minyak nabati seperti bunga matahari dan kedelai yang diandalkan oleh Eropa dan Amerika Serikat. Ia menilai jika sawit tumbuh di wilayah Barat, kontroversi yang ada saat ini mungkin tidak akan terjadi.
“Ada semacam perang dagang minyak nabati internasional. Coba kalau sawit tumbuh di Eropa atau Amerika, mereka tidak akan mempersoalkannya,” ujar Yanto.
Ia juga menunjukkan adanya ketidaksesuaian negara-negara Barat terhadap keunggulan sawit Indonesia yang didukung oleh iklim tropis dengan sinar matahari sepanjang tahun. Yanto menyoroti bagaimana beberapa LSM yang bersatu melawan deforestasi, yang menurutnya merupakan bentuk ketidakadilan.
BACA JUGA: Kenaikan Harga Daihatsu Xenia Januari 2025, Beda Tipis dengan Toyota Avanza
BACA JUGA: Awal Tahun Suram, 3 Pabrik Akan PHK 4.050 Pekerja - Beberapa Terancam Tutup
“Kalau orang mau menanam tebu atau aren di kawasan hutan, tidak ada yang ribut. Tapi kalau sawit, langsung dibutkan oleh LSM, karena mereka dijamin oleh pihak asing untuk menghalangi kemajuan kita,” tegas Yanto.
Yanto mengimbau agar tidak selalu berpikir anti-sawit dan tidak memandang mereka yang mendukung sawit sebagai pihak yang tidak peduli terhadap hutan. Ia juga mendukung penuh langkah pemerintah untuk memperluas lahan sawit di kawasan hutan yang telah rusak, menegaskan bahwa langkah tersebut bukanlah deforestasi, melainkan upaya meningkatkan produktivitas lahan untuk swasembada pangan dan energi terbarukan.
BACA JUGA: Program Makan Siang Gratis Harus Perhatikan Gizi, Kata Dosen UMM
BACA JUGA: Barcelona Taklukkan Real Madrid 5-2, Raih Piala Super Spanyol Ke-15
“Kalau kebun sawit ditanam di kawasan hutan yang sudah rusak, itu bukan deforestasi,” jelasnya. Yanto menambahkan bahwa ada kesalahpahaman mengenai rencana pemerintah, di mana beberapa pihak salah mengira bahwa hutan rimba akan dibuka untuk sawit, padahal fokusnya adalah pada lahan yang sudah terdegradasi.***