REL, SUKABUMI — Gua misterius yang terletak di kawasan wisata Geyser Cisolok, Kabupaten Sukabumi, kembali mencuri perhatian publik.
Bukan karena keindahan alam atau nilai sejarahnya, melainkan kisah spiritual yang dikaitkan dengan sosok Sayidina Ali bin Abi Thalib hingga para wali yang kini ramai diperbincangkan di media sosial.
Namun, di balik cerita-cerita gaib tersebut, ada sosok penting yang kerap terlupakan: Ahmad Fardianto alias Kimli, pria keturunan Tionghoa asal Bogor yang disebut sebagai penemu pertama gua itu pada tahun 1995.
"Gua ini ditemukan sekitar tahun 1995. Yang pertama datang dan buka akses ke gua ini ya Pak Kimli. Dulu masih hutan belantara," kata Hendra (60), warga setempat yang pernah bekerja sebagai petugas kebersihan di sekitar gua, Kamis (17/4/2025).
BACA JUGA:Declan Rice Bikin Bellingham Tampil Tenggelam
Menurut Hendra, Kimli menemukan lokasi tersebut setelah mendapatkan petunjuk dari seorang "orang pintar" asal Jawa Tengah. Sejak saat itu, Kimli secara rutin mengunjungi tempat tersebut dan bahkan membangun sejumlah fasilitas seperti bale-bale dan vila sederhana.
Sayangnya, kini kawasan gua tampak tak terurus. Semak belukar dan rumput liar menutupi jalan masuk, sementara bangunan semi permanen yang dulu berdiri mulai terbengkalai. "Terakhir dia ke sini bulan kemarin, katanya mau bangun kolam renang di bawah, tapi belum ada kerjaan yang jalan," ujar Hendra.
Kimli, yang konon merupakan mantan pemilik diskotek ternama di Jakarta, kini lebih sering menghabiskan waktu di lokasi gua bersama seorang kuncen. Ia juga diketahui memiliki dua anak dan kerap tidur di dalam gua saat berkunjung.
Meski cerita mistis terus berkembang, tokoh masyarakat setempat, Ustaz Yusuf Supriadi, yang juga mantan kepala Desa Cikahuripan, menegaskan bahwa gua tersebut bukanlah petilasan Sayidina Ali atau para wali.
BACA JUGA:Diincar Benfica Jelang Piala Dunia Antarklub
"Itu cuma gua biasa. Status tanahnya milik Perhutani. Klaim yang menyebut itu makom Sayidina Ali dan lainnya itu tidak benar," tegas Yusuf.
Ia mengingatkan masyarakat agar tidak mudah terpengaruh narasi spiritual yang menyesatkan, terlebih yang menyebar secara masif di media sosial tanpa dasar yang jelas. **