Di dalam kompleks klenteng terdapat beberapa bangunan lain seperti:
Gua Batu tempat awal peristirahatan Cheng Ho,
Kelenteng Tho Tee Kong, untuk pemujaan Dewa Bumi,
Museum Cheng Ho, yang memamerkan artefak, peta pelayaran, miniatur kapal jung, serta benda-benda peninggalan sejarah lainnya.
Ruang meditasi juga tersedia bagi pengunjung yang ingin mencari ketenangan batin di tengah suasana religius dan tenang.
BACA JUGA:4 Masjid Ikonik di Sumatera Selatan Ini Punya Arsitektur Unik, Cocok untuk Wisata Religi!
Pusat Kegiatan Budaya dan Festival Tionghoa
Klenteng Sam Poo Kong bukan hanya tempat ibadah, tapi juga pusat kegiatan budaya yang hidup.
Setiap tahun, peringatan kedatangan Cheng Ho ke Semarang digelar dengan meriah, melibatkan pertunjukan barongsai, wayang potehi, parade budaya, hingga kirab akbar yang melibatkan ribuan orang dari berbagai komunitas.
Festival Cap Go Meh, Imlek, dan acara ritual lainnya menjadikan klenteng ini sebagai titik pertemuan keberagaman budaya dan agama di Semarang. Siapa pun—tanpa memandang agama atau etnis—dapat mengikuti kegiatan ini, memperkuat nilai-nilai toleransi dan persaudaraan.
Dampak Sosial dan Wisata Religi
Sejak era reformasi dan diakuinya kembali Konghucu sebagai agama resmi di Indonesia pada tahun 2002, Klenteng Sam Poo Kong mengalami lonjakan pengunjung baik dari dalam negeri maupun mancanegara.
Wisata religi kini menjadi daya tarik utama, tidak hanya untuk umat Tionghoa, tetapi juga bagi wisatawan umum yang ingin memahami sejarah dan budaya yang beragam di Indonesia.
Pemerintah kota Semarang pun aktif mendukung pelestarian situs ini sebagai aset budaya dan spiritual, termasuk dengan penyediaan fasilitas umum yang memadai, area parkir luas, serta jalur akses yang ramah bagi wisatawan.
Kesimpulan