Karam Darat

Senin 07 Jul 2025 - 22:00 WIB
Reporter : Admin
Editor : Admin

Mereka seperti nakhoda yang diminta berlayar cepat sambil menarik perahu bocor, tapi kemudian

disalahkan ketika memilih kapal yang lebih powerful untuk misinya.

Akuisisi PT Jembatan Nusantara—dengan segala kontroversi valuasinya—sebenarnya adalah contoh

thinking outside the box, dalam konteks BUMN yang terjebak regulasi kaku.

Alih-alih membeli kapal kosong yang butuh bertahun-tahun untuk operasional, mereka memilih akuisisi

perusahaan yang sudah siap menghasilkan revenue hari itu juga. Dalam dunia startup, ini disebut

"buying traction." Dalam konteks BUMN Indonesia, ini disebut "dugaan korupsi."

Pertanyaannya kini: sanggupkah kita menciptakan sistem yang membedakan antara korupsi

sesungguhnya dengan strategic business risk-taking?

Bisakah kita memahami bahwa membayar premium untuk aset yang sudah produktif adalah hal wajar

dalam dunia bisnis, bukan otomatis mark-up koruptif?

Ataukah kita akan terus menjadi negara yang takut pada bayang-bayang sendiri, di mana setiap upaya

BUMN untuk bersaing secara serius berakhir di meja hijau?

Sebagaimana ungkapan Minang, "babuah babungo, indak babuah layu?" —berbuah berbunga, tidak

berbuah layu.

Kasus ASDP memaksa kita bertanya: apakah upaya BUMN untuk sustainable growth sambil menjalankan

Tags :
Kategori :

Terkait