Rel, Bacakoran.co – Skema gaji tunggal atau single salary yang direncanakan pemerintah untuk diterapkan kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) pada tahun 2025 menuai kritik tajam dari pengamat ekonomi INDEF, Esther Sri Astuti.
Menurutnya, sistem ini berpotensi menurunkan motivasi kerja ASN karena menyuburkan fenomena PGPS alias "Pintar Goblok Pendapatan Sama".
“ASN di Indonesia sudah terbiasa dengan sistem tunjangan berbasis kinerja. Kalau semuanya dijadikan satu gaji tetap, yang rajin maupun yang malas akan dapat jumlah yang sama. Inilah yang saya sebut PGPS,” ungkap Esther, Minggu (6/7/2025).
Dalam skema single salary, gaji pokok dan seluruh tunjangan ASN digabung menjadi satu paket tetap, dengan nominal mencapai Rp11 juta per bulan. Program ini sebelumnya telah diuji coba di beberapa institusi negara seperti Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
BACA JUGA:Cuma Rp1 Jutaan! Redmi Pad 2 Hadir dengan Layar 90Hz & Snapdragon
BACA JUGA:Harga Samsung A06 5G, A16 5G, dan A26 5G Juli 2025, Mana yang Paling Worth It?
Motivasi Menurun, Beban Fiskal Naik
Esther juga memperingatkan bahwa skema gaji tunggal ini bisa memperberat beban fiskal negara. Sebab, meskipun kinerja tidak maksimal, anggaran gaji akan tetap dikeluarkan secara penuh. Dalam jangka panjang, ini bisa memicu pemborosan anggaran dan membuka celah untuk tuntutan kenaikan gaji seiring inflasi.
“Kalau tidak ada indikator kinerja yang jelas, ASN bisa jadi ogah-ogahan. Pemerintah tetap bayar Rp11 juta per bulan, padahal kinerjanya belum tentu mencerminkan angka itu. Ini pemborosan," jelasnya.
Solusi: Gaji Tetap Harus Diimbangi KPI Tegas
Untuk menghindari jebakan sistem gaji datar ini, Esther menyarankan agar pemerintah menetapkan Key Performance Indicator (KPI) sebagai syarat mutlak bagi ASN. Jika target tidak tercapai, maka harus ada konsekuensi tegas, seperti penurunan golongan atau pengurangan hak.
“Negara-negara maju juga menerapkan sistem ini. Gaji besar boleh, tapi harus ada konsekuensi kinerja. Kalau gagal, ya harus turun tingkat. Jangan sampai ASN jadi nyaman tanpa produktivitas,” tegasnya.
BACA JUGA:Laptop Murah, Spek Mewah! 5 Pilihan Terbaik di Bawah Rp5 Juta Juli 2025
BACA JUGA:Inovasi Baru! Infinix Hot 60 5G+ Hadirkan Tombol AI Multifungsi di Samping Bodi
Kritik terhadap skema gaji tunggal ini menyoroti tantangan pemerintah dalam menyeimbangkan antara kesejahteraan ASN dan efisiensi anggaran negara. Menurut Esther, keputusan ini tidak boleh hanya berbasis asumsi keadilan, tetapi juga harus mempertimbangkan akuntabilitas kerja dan kondisi fiskal jangka panjang.