Sisi baiknya: biar pun dihantam badai begitu hebatnya dan sampai pesawat itu terhempas-hempas begitu dalamnya satu menit kemudian bisa stabil lagi, kembali terbang di posisi awalnya --di atas laut, di atas muara sungai Irawadi, di wilayah udara Myanmar.
Saya membacanya saja sakit perut. Bagaimana kalau mengalaminya: naik Singapore Airlines SQ 321 dari London ke Singapura tanggal 21 Mei lalu.
Langit terang. Tidak hujan. Tidak mendung. Penumpang yang tertidur sudah dibangunkan. Lampu kabin sudah dinyalakan terang. Untuk makan siang. Dua jam lagi sudah akan mendarat di Singapura --setelah terbang 10 jam dari Heathrow London.
Kaget. Panik. Kacau. Tiba-tiba pesawat dilambungkan oleh angin yang begitu kuat. Pesawat terlempar ke atas sampai ratusan meter.
BACA JUGA:Pj Bupati: Empat Lawang Siap
BACA JUGA:Polwan Polres Empat Lawang Sabet Juara Dua
Lemparannya begitu kuat. Mendadak pula pesawat dihempaskan ke bawah ratusan meter pula. Masih dilambungkan lagi ke atas. Lebih tinggi lagi.
Langsung dihempaskan lagi ke bawah sangat dalam. Semua dalam hitungan detik. Lihat grafik yang tersiar luas di media internasional itu.
Anda lihat fotonya di media: makanan berserakan di lantai. Penutup bagasi jebol. Selang-selang oksigen bergelayutan. Satu orang meninggal. Lebih 80 orang terluka --tujuh di antaranya serius.
Setelah kembali terbang stabil pesawat dibelokkan ke Bangkok: agar penumpang segera dapat penanganan.
BACA JUGA:Dua Orang Meninggal, Kecelakaan Bus Study Tour Rombongan Murid SD OKUT
Ini peristiwa langka: belum pernah terjadi sejak tahun 1989.
Perdana Menteri baru Singapura, Lawrence Wong, baru dilantik persis seminggu sebelumnya. Ini seperti ucapan selamat datang bahwa kursi pemimpin tertinggi suatu negara adalah kursi panas --apalagi di negara yang tidak kaya seperti Singapura.
Sekali lagi, lihat sisi baiknya: pesawat yang dihempas-hempaskan seperti itu tidak jatuh. Betapa hebatnya teknologi penerbangan --termasuk desain aerodinamikanya.