REL,EMPATLAWANG.BACAKORAN.CO.ID — Kasus Vina Cirebon kembali mencuat setelah Bebasnya Pegi Setiawan menambah babak baru, yakni tuntutan ganti rugi dari pihak Polda Jabar. Hingga kini, Polda Jabar belum menunjukkan itikad baik untuk memberikan kompensasi kepada Pegi Setiawan, yang telah dinyatakan tidak bersalah dalam kasus tersebut.
Pegi Setiawan, yang baru-baru ini muncul dalam podcast di YouTube bersama Deddy Corbuzier, mengungkapkan pengalaman pahit selama proses pemeriksaan. Ia mengaku mengalami penyiksaan fisik seperti dipukul, diinjak, dan ditutup wajahnya dengan kresek hitam oleh penyidik Polda Jabar sebelum didampingi tim kuasa hukum, Toni RM.
BACA JUGA:Kasus Penipuan di Kulon Progo: Motor PCX Pelajar Ditukar dengan Scoopy oleh Orang Tak Dikenal
Toni RM menegaskan bahwa Pegi Setiawan berhak mendapatkan keadilan, termasuk pemulihan nama baik dan kompensasi dari Polda Jabar. “Polda Jabar seharusnya mengumumkan secara publik bahwa Pegi adalah korban salah tangkap,” ungkap Toni RM.
Kuasa hukum Pegi, Sugianti Iriani, mengungkapkan bahwa jika Polda Jabar tidak menunjukkan itikad baik, pihaknya akan segera mengajukan tuntutan ganti rugi. "Mudah-mudahan secepatnya kita akan mengajukan," ujarnya.
BACA JUGA:Polres Tanjung Perak Gagalkan Penyelundupan 293 Sepeda Motor Bodong ke Timor Leste
Mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun menambahkan bahwa Pegi Setiawan memiliki waktu hingga 8 Oktober 2024 untuk mengajukan tuntutan ganti rugi. Ia menyarankan agar Pegi segera mendaftarkan tuntutan tersebut. Sidang gugatan ganti rugi ini akan diadili oleh Hakim Eman Sulaeman, yang sebelumnya menangani praperadilan.
Sebelumnya, Susno Duadji menegaskan pentingnya pemberian ganti rugi sebagai kompensasi atas penangkapan Pegi Setiawan yang salah. "Ini sebagai bentuk komitmen negara terhadap prinsip keadilan," kata Susno, merujuk pada kasus Sengkon dan Karta yang juga mengalami kesulitan dalam mendapatkan kompensasi.
BACA JUGA:Video Viral Dua Pemuda Lempari Truk dengan Batu di Palembang, Polisi Terus Mengejar Pelaku
Kasus ini masih terus berlanjut dan menjadi perhatian publik, terutama terkait keadilan bagi korban salah tangkap dan tanggung jawab negara terhadap hak-hak warganya.(*)