Sejarah Paskibraka dan Kontroversi Jilbab: Mengapa Polemik Ini Mengemuka?
Pada bulan Agustus 2024, perhatian publik di Indonesia tertuju pada insiden yang melibatkan anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) Nasional-Doc/Foto.Ist-
Saat itu, Mutahar ditugaskan untuk mempersiapkan upacara peringatan detik-detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta.
Dalam situasi genting pasca proklamasi, Mutahar memilih lima pemuda dari berbagai daerah sebagai simbol persatuan bangsa untuk mengibarkan bendera pusaka.
Gagasan ini kemudian dihidupkan kembali pada era Presiden Soeharto pada tahun 1967, ketika Husein Mutahar diminta untuk menangani pengibaran bendera pusaka dengan format yang lebih terstruktur.
Ia menciptakan formasi kelompok 17, 8, dan 45, yang melambangkan tanggal proklamasi kemerdekaan Indonesia: 17-8-45. Nama "Paskibraka" sendiri baru mulai digunakan pada tahun 1973, diusulkan oleh Idik Sulaeman yang saat itu menjadi pembina pasukan pengibar bendera.
BACA JUGA:PDIP Umumkan Daftar Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada Serentak 2024
Menghidupkan Nilai Persatuan di Tengah Perbedaan
Sejarah panjang Paskibraka menunjukkan bahwa pembentukan pasukan ini didasarkan pada semangat persatuan bangsa Indonesia.
Namun, dalam perjalanannya, muncul tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi, termasuk dalam hal menjaga keseimbangan antara persatuan dan penghargaan terhadap keragaman.
Kontroversi jilbab yang mencuat pada tahun 2024 ini menjadi pengingat bahwa nilai-nilai dasar Pancasila, seperti kebebasan beragama dan persatuan, harus selalu menjadi pedoman dalam setiap kebijakan dan tindakan.